Friday, November 7, 2014

Jangan 'bisa' buat program tapi 'bisa' laksanakannya...


DENGAN nama Allah Yang Maha Pemurah Lagi Maha Penyayang; selawat dan salam ke atas junjungan mulia Nabi Muhammad s.a.w. 

Renungan

"Apabila kamu musafir di bumi ini, maka tidak merupakan dosa atas kamu mengqasar solat jika kamu takut akan fitnah orang-orang kafir." (Maksud ayat 101 Surah An-Nisa')


JAKARTA, malah hampir seluruh pulau Jawa panas membahang. Musim kemarau melanda bahagian Indonesia ini. Menurut imam sebuah 'musholla' (surau) di Bandung yang baru penulis kenali, Pak Rom, tiada hujan lebat di kawasannya sejak Aidilfitri lalu. Subhanallah, sudah tiga bulan. Sawah bendang sudah gersang, bukan saja manusia menderita, binatang pun kegelisahan malah mati.

Sedekah air - solusi darurat kekeringan -  demikian ditulis pada sebuah iklan besar akhbar Republika (Khamis, 23 Oktober) merayu orang ramai membantu 'rawan pangan' (mangsa kemarau). Wakil Gabenor Gorontalo, salah sebuah kawasan dilanda 'paceklik' (kemarau), dipetik sebagai berkata: "Pemerintah harus segera berbuat untuk meminimalkan dampak kekeringan, karena yang kena dampak adalah rakyat."

Iklan itu yang memetik hadis bermaksud: "Saad bin Ubadah r.a. bertanya kepada Rasulullah s.a.w., 'wahai Rasulullah sedekah apa paling utama yang mana Rasulullah s.a.w. menjawab, 'memberi air' (sahih Abu Daud), organisasi sukarela ACT (Aksi Cepat Tanggap) dengan slogan 'Alirkan Bahagia' itu menyatakan: "Hampir 2 juta liter air bersih telah bahagiakan lebih dari 50,000 jiwa yang menderita akibat kekeringan di pelosok Indonesia.

"Posko darurat ACT di 20 provinsi terus mengirim suplai (supply) air bersih guna memenuhi kebutuhan hidup saudara sebangsa. Terima kasih atas kedermawanan anda. Bersama, kita alirkan bahagia melepas duka dahaga mereka."

Ya, ketika bencana kemarau melanda pulau Jawa, kuasa 'kepresidenan' Indonesia berpindah tangan daripada Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kepada 'si tukang kayu' Joko Widowo (Jokowi) dan timbalannya (disebut wakil Presiden), Jusuf Kalla (JK). 

'Tim' (pasukan) Jokowi-JK membawa harapan kepada jutaan rakyat Indonesia. Namun benarkah begitu? Akhbar Indonesia malah di mimbar masjid pun, keras sekali kritikan mereka kepada presiden dan 'tim'nya. "Para pemimpin yang baru terpilih...jangan hanya bisa membuat program kerja baru...tapi bisa melaksanakannya," demikian 'laung' sebuah tulisan dalam akhbar Pikiran Rakyat pada 23 Oktober.

Jokowi yang memilih 34 kementerian untuk menjalankan pemerintahan lima tahun ke depan dengan melantik 18 menteri profesional dan 16 profesional parti, juga diingatkan dengan nasihat keras: "Kami butuh pemimpin jujur berpengalaman."

Sebuah kartun di ruangan Opini, Kompas tanggal 23 Oktober, menggambarkan Jokowi sedang memegang cangkul sedangkan Jusuf menolak kereta sorong dengan perkataan besar; BEKERJA, BEKERJA, BEKERJA. Ya Jokowi-JK bekerja keraslah untuk kemakmuran dan masa depan Indonesia yang kini dilanda pelbagai masalah domestik seperti kemarau panjang di pulau Jawa dan antarabangsa seperti tenaga kerja yang bertebaran di seluruh pelosok dunia termasuk di Malaysia.

Apapun belum 'tempoh berbulan madunya bermula' Jokowi  telah merencanakan pelbagai program baharu yang 'menggembarkan' sesetengah pihak di Indonesia; satu daripadanya 'tol laut'. Ini adalah sesuatu yang baharu sehingga pihak berkenaan 'melaung': "Konsep tol laut perlu diperjelas sehingga bisa segera diambil perencanaan pembangunan" dan "yang dimaksudkan tol laut itu apa?"

Ada pihak 'menginterpretasikan' tol laut sebagai projek mega perbaikan jalur transportasi laut; menghubungkan satu pulau dengan pulau lain dengan memperbanyak jumlah armada kapal dan perbaikan pelabuhan "yang bagi tujuan itu membutuhkan anggaran diperkirakan sebagai Rp 2,000 trilion!

Ya, bagi sesetengah pihak 'sungguh dahsyat' projek Jokowi itu; tetapi bagi rakyat 'biasa' Indonesia yang ditemui berkata, "ya daripada dulu sampai sekarang, pemimpin bisa menjanjikan program, banyak projek dijanjikan tetapi bagaimana pelaksanaannya?" Ya mereka mahu melihat hasilnya (iaitu perubahan kehidupan kepada yang lebih baik) dan inilah 'dibutuhkan' jutaan rakyat 'biasa' Indonesia.

Berbual dengan orang kebanyakan Indonesia, mereka menceritakan hal yang sama 'dari dulu sampai sekarang' - "pemimpin berubah tetapi rakyat tetap susah. 

Tetapi bukankah Jokowi itu seorang yang 'merakyat' (prihatin atau ambil tahu masalah orang kebanyakan misalnya ketika beliau berkhidmat sebagai Datuk Bandar Solo)? Jawab seorang; "Merakyat, merakyat juga...kita kena tunggu untuk lihat hasilnya."

Seorang lagi berkata; "Ya pemimpin memang begitu. Belum jadi pemimpin pandai berjanji, sudah jadi pemimpin dia sudah ke mana..."

Malah seorang khatib dalam khutbah Jumaatnya keras berkata; "memang Jokowi itu seorang Muslim, tetapi 'tim'nya dipenuhi Muslim liberal, Muslim sosialis malah Muslim komunis...demikianlah betapa 'keras' dan 'bebas' arena sosial di Indonesia termasuk media massa dan pada perjumpaan ramai mengkritik kepimpinan negara termasuk Presiden sendiri!

No comments: