Thursday, April 30, 2020

Secebis Kisah Ramadan 7: Keeping up with the momentum of Ramadan

In the name of Allah, the Beneficent, the Merciful, 'Selawat' (blessings) and 'salam' (peace be upon) Prophet Muhammad s.a.w.


Reflection

"And I did not create the jinn and mankind except to worship Me. I do not want from them any provision, nor do I want them to feed Me." (Surah Adh-Dhariyat 51: 56-57)


HOW to keep up with the momentum of Ramadan? Yes, during Ramadan 'it was easy' to perform some of the good deeds but once Ramadan 'escape from us' almost all of us were back to square one!

As in my case (my family-lah), it was 'easy' to get the boys and girls to the dinner table for 'iftar' (breaking of fast) during Ramadan but throughout the year, it was 'difficult' to have a full attendance at the table during breakfast, lunch and dinner.

Then after 'iftar', it was 'also easy' to have all the family members performing the 'maghrib' (dusk) prayers in mass (congregation) but during other times they prefer to do it alone in the comfort of their rooms or at any other places.

Among the reasons given were they were busy and their 'readiness' to perform the prayers differed from one another. For example the eldest son after a game of basketball gave an excuse that he was still drenched with sweat and need time to clean himself first.

'Subhanallah' (Glory to God)...as for me the struggle to incalculate the Islamic way of living among my family members continues...so it was good to hear what an 'ustaz' have to say regarding my question on how to keep up with the momentum or spirit of Ramadan.

Ramadan would be over, but there are lots of opportunities that we can use to keep the Ramadan spirit. First of all we must admit that we are weak creatures thus we must seek help from Allah SWT The Almighty, said the 'ustaz'. 

Yes, the first thing we must do is to make 'du'as' (do supplication).  It was Allah who gave you the ability to keep the good habit in Ramadan, and only He can help you maintain it afterwards. Make 'du'as' that Allah helps you not only keep the habit, but that He accepts it and makes it a way for you to grow in closeness to Him.

As for family members and those close to you, it is not you that could 'change' them. For example during 'iftar' in Ramadan, it was not you that opened their hearts to be at the dinner table but Allah SWT. 

So keep up with your 'du'as', pleading to the Lord that your family would stick together not only at the dinner table but when doing more important things such as performing 'solat' (prayers) in congregation and avoiding conflicts among family members.

Secondly, the 'ustaz' said we must always upgrade our knowledge especially those pertaining our 'iman' (belief) and 'amal' (deeds). He suggested to congregators at the 'masjid' try not to miss the almost daily 'tazkirah' (lessons) at the masjid which are nomally held between 'solat' (prayers of) 'maghrib' and 'isyak'.

Regarding this matter, he said, he must also befriended or mixed with 'good people' for example those who frequent the 'masjid' for their five times compulsory prayers and those who showed excellent way of living which is in line with the teaching of the Prophet (peace be upon him, s.a.w.). It is because from these 'good people' we could learn 'many good things about life'.

Yes choose 'good friends' or associate yourselves with role models. The Prophet (s.a.w.) said (as reported by Imam Bukhari and Imam Muslim): "The likeness of a righteous friend and an evil friend, is the likeness of a (musk) perfume seller and a blacksmith. As for the perfume seller, he may either bestow something on you, or you may purchase something from him, or you may benefit from his sweet smell. And as for the blacksmith, he may either burn your clothes, or you may be exposed to his awful smell."

For some of us, Ramadan gives us great opportunity to listen to lectures because of the free time we have and also human beings greatest enemy - 'iblis' (devil) and 'syaitan' (satan) - were tied up. We could always freshen ourselves with the knowledge and information we gained then to generate energy in facing obstacles in life after Ramadan.

Scholars often reminded us that Ramadan comes with an emotional and social package that makes worshiping Allah easier during the blessed month. The reason why many people fail to keep their gained habits and deeds after Ramadan is simply the lack of a 'Ramadan environment'. 

Some suggested that after seeking Allah's help (doing our 'du'as'), we could recreate 'the Ramadan environment' such as performing the recommended fasting (such as fasting for six days during the month of Syawal or fasting on every Monday and Thursday), continuing attending prayers and lectures at the 'masjid' and keep on reading the Qur'an.

If you were extra generous during Ramadan why not continue your generosity? You could make the habit part of your daily and weekly schedule. For example each time you step inside a 'masjid' for your five times compulsory prayers, put RM1 inside its donation box and then during Friday prayers, you could allocate a fixed amount say RM10 or RM50.

Yes dear readers, good habits are often easy to maintain in Ramadan, the blessed month. And it is also easy to abandon 'bad things' such as smoking, wasting time and flirting with the opposite sexes. The hard part is doing so after Ramadan. Pray hard (du'a) that we could maintain the spirit of Ramadan in doing things that pleased Allah SWT until the day we were called by the Lord. 

In doing so, do not be hard to ourselves for Aisha reported that Rasulullah s.a.w. said: "Do good deeds properly, sincerely and moderately, and remember that you shall enter Paradise only through Allah's Mercy, and also remember that the most beloved deed to Allah is that which is regular and constant even if it is little." (Imam Bukhari).

Adapted from an old article by LanH

Wednesday, April 29, 2020

Secebis Kisah Ramadan 6

Dengan Nama Allah Yang Maha Pemurah Lagi Maha Penyayang, selawat dan salam ke atas junjungan besar Nabi Muhammad s.a.w. 

Renungan


"Maka barangsiapa yang derhaka dan mengutamakan hidup di dunia, maka sesungguhnya nerakalah tempat diamnya. Adapun orang yang takut akan kebesaran Tuhannya dan menahan dirinya daripada hawa nafsunya, maka sesungguhnya syurgalah tempat diamnya." - Q.S An-Nazi'at 37-41 



Secebis Kisah Ramadan 6


Usah persia Ramadan 'berkurung' kali ini



PADA hari-hari penuh barakah Ramadan ini, terkenang saya akan 'seni kerja tangan unik' orang tua-tua Melayu-Melaka pada Ramadan terutama menjelang Aidilfitri, yang sudah pupus. Jika pembaca anak Melaka yang membesar pada tahun-tahun 70-an atau lebih awal, mungkin perasan kerja tangan mudah ini ketika berkunjung ke rumah-rumah orang veteran.


Ketika era 1960-an, saya cukup teruja dengan susunan botol-botol berisi air berwarna yang dipamerkan di rak-rak yang orang Melaka panggil para. Ada barisan air berwarna merah, hijau, biru dan sebagainya. 


Apabila botol-botol air warna yang sama bentuk dan saiznya disusun sedemikian rupa (mungkin 20 atau 30 botol), ia dengan serta-merta menjadi tarikan kanak-kanak seperti saya ketika itu. Ada kalanya ketika cahaya matahari menyimbah ke dalam rumah dan mengenai botol-botol berwarna itu, ia menghasilkan cahaya berwarna yang sungguh cantik (bagi sayalah ketika itu). 


"Nek, nak air sirap tu!" pinta saya, tak tahan melihat 'godaan' air berkilauan itu. Tetapi sungguh memeranjatkan apabila tuan rumah yang saya panggil 'nenek' itu dengan lembut memberitahu saya bahawa air itu bukan untuk diminum. Ia hanya sebagai perhiasan saja! 


Sungguh menghairankan saya, 'air secantik' itu hanya menjadi hiasan, kalaulah boleh masuk ke dalam tekak saya, tentu sedappp! 


Lama kemudian barulah saya tahu, 'air cantik' itu dihasilkan daripada air yang direndam dengan kertas warna. Air itu kemudian ditapis; sisa kertas warna dibuang manakala air dimasukkan dalam botol-botol berkenaan. Botol-botol itu kemudian disusun di para-para, biasanya para di atas sekatan ruang tamu dan dapur supaya tetamu dapatlah melihat dengan jelas keindahan botol-botol berisi air berwarna itu! Ya hasil seni ini cantik tetapi awas, airnya bukan untuk diminum! 


Sekarang ini tiada satu pun rumah orang Melayu yang saya kunjungi ada dipamerkan air berwarna. Ia hanya berada dalam memori orang seangkatan saya atau orang lebih tua. 


Sempena kehadiran  Ramadan ini, teringat juga saya 'kerja seni' orang lama Melayu-Melaka yang bermati-matian membuat kuih tradisional untuk sambutan hari raya. Antara kuih itu adalah dodol dan wajik. 


Dodol seolah-olah hidangan kemestian pada hari raya. Hampir setiap rumah, anggota keluarganya akan terbabit membuat dodol. Kerja membuat dodol terutama mengacaunya amat berat dan lama. 


Berdasarkan pengalaman saya, sebaik saja selepas sahur, kuali besar sudah diletakkan di atas tungku, api mulai dinyalakan dan santan dituang dan dikacau. Kerja mengacau kelihatan mudah, tetapi awas, bahan dikacau itu semakin lama semakin pekat dan likat, maklumlah selepas dimasukkan gula melaka dan sebagainya. Kerja mengacau itu tersangat lama, mungkin hanya berakhir selepas zuhur atau asar! 


Pertengahan waktu sebelum dodol masak adalah saat ditunggu kanak-kanak seperti saya (belum balighlah) kerana kami akan dipanggil beramai-ramai untuk makan dodol cair yang disenduk dan diletakkan di atas daun pisang. Ya, di kalangan keluarga kami, hanya kanak-kanak yang dibenarkan makan dodol cair itu, orang dewasa tidak sama sekali. 


Namun saya dimaklumkan, di sesetengah tempat, ada orang tua pun mencuba dodol yang sedap itu apatah lagi mereka sudah berlalu penat, berhempas pulas 'mendayung' (mengacau) dodol dari subuh sampai asar. Mereka tak puasa pun. Ada yang tertinggal solat subuh, zuhur dan asar kerana leka membuat dodol. 


Sama seperti 'seni' membuat 'air warna', 'seni' membuat dodol pun sudah mati. Sudah puluhan tahun, saya tidak lagi 'mengacau' dodol. Kalau teringin makan dodol 'order' saja atau pergilah ke gerai-gerai di tepi jalan. Tetapi semua itu tidak dapat menyaingi 'dodol cair' yang saya nikmati puluhan tahun lalu! 


Kalau ada orang boleh tak puasa kerana dodol, hari membantai (bergotong royong menyembelih lembu, kambing) menjelang raya juga menjadi penyebab segelintir orang tak puasa. Mereka berkata nak rasa daging baharu. Namun sama seperti 'seni' membuat dodol, acara membantai juga kian pupus. Kebanyakan urusan dilakukan secara komersial. Tetapi sekarang semuanya kena 'stop' sebab perintah 'berkurung' angkara Covid-19.


Dulu banyak juga gerai-gerai menjual daging di tepi jalan menjelang hari berbahagia itu. Namun apa yang saya perhatikan, ada orang bagaikan 'sudah jadi lembu' dalam mengendalikan perniagaan. Siang malam dengan bisnes lembunya malah tengah hari Jumaat ketika orang sibuk ke masjid, mereka tetap tekun di gerai daging lembunya. 


Demikian juga orang yang terbabit dalam bisnes lain dan para pembeli. Siang malam, berniaga dan 'bershopping' sakan untuk beraya. Tidak kira waktu sembahyang ke, malam ganjil 10 hari terakhir Ramadan ke, mereka tidak peduli. Yang penting hajat mereka untuk melaram raya tercapai. 


Dulu kita banyak menghabiskan masa buat perkara sia-sia. Apa kata Ramadan kali ini yang menyaksikan kita berkurung dalam rumah, kita manfaatkan sebaik-baiknya untuk mengapai keredaan Allah SWT. Berusaha keraslah bersama anggota keluarga untuk mendapatkan tawaran istimewa Allah SWT termasuk dalam memburu Lailatulqadar-Nya!


* Diadaptasi daripada sebuah artikel lama LanH


Tuesday, April 28, 2020

Secebis Kisah Ramadan 5

Dengan Nama Allah Yang Maha Pemurah Lagi Maha Penyayang, selawat dan salam ke atas junjungan besar Nabi Muhammad s.a.w.

Renungan

"Dan janganlah kamu menghampiri zina, sesungguhnya zina itu adalah satu perbuatan yang keji dan satu jalan yang jahat yang membawa kerosakan." - Maksud Ayat al-Quran Surah al-Israa': 32

SECEBIS KISAH RAMADAN
Memaksimumkan 'segala ada' demi keredaan-Nya...

Bersyukur ke hadrat Illahi kita dipanjangkan usia; kita kini memasuki Ramadan 1441 Hijrah. bermakna bertambahlah usia kita tetapi hakikatnya semakin hampir kita ke penghujungnya, memasuki alam barzakh (kubur) yang pasti dilalui setiap yang bernyawa 

Berdasarkan hakikat ini, marilah kita mulai saat ini membuat 'pecutan terakhir' Ramadan ini dengan 'segala ada' pada diri kita demi memburu keredaan-Nya. Hendaklah kita ingat bahawa segala yang kita sama ada kemewahan, kuasa, pangkat serta keseronokan dunia atau kepahitannya seperti penderitaan penyakit dan kesengsaraan menanggung kesusahan hidup hanyalah bersifat sementara; semuanya akan berakhir apabila nyawa direnggut daripada tubuh (mati).

Sebelum kita memasuki kubur, pergunakan 'segala kita ada' sebagai modal untuk kita mendapat keredaan Illahi. Bukankah Nabi yang kita kasihi, Nabi Muhammad s.a.w. mengingatkan kita supaya mempergunakan lima perkara (muda, berada, lapang, sihat dan hidup) sebelum datang lima perkara (tua, miskin, sibuk, sakit dan mati). 

Sepotong hadis yang diriwayatkan oleh Muaz bin Jabal pula mengingatkan kita tentang umur, di mana dihabiskan; demikian juga tentang masa remaja, harta dan ilmu; apa yang telah kita lakukan. 

Berdasarkan perkembangan semasa, kita boleh mengambil iktibar daripada pelbagai peristiwa bagi membantu kita mengkoreksi (muhasabah) diri di samping menyemarakkan semangat kita berkorban bagi mendapat keredaan-Nya. 

Di peringkat antarabangsa kita melihat syahidnya pemimpin gerakan Islam tertentu sebagai kayu pengukur pengorbankan kita - apakah kita sudah bersedia melakukan pengorbanan peringkat tertinggi sehingga mempertaruhkan hatta nyawa kita demi mendaulatkan Islam? 

Selepas itu kita bertanya; apakah harta yang sudah kita korbankan untuk Islam? Apakah kita benar-benar sudah mengorbankan harta kita atau setakat sikit-sikit saja; tentunya kita akan teramat malu kerana usaha kita itu tidak sekelumit pun dapat dibandingkan dengan Ummu Mukminin Sayidatina Khadijah Khauwalid yang mengorbankan segala yang beliau ada demi Islam sehingga ketika nazaknya menawarkan tulang belulangnya kepada Rasulullah jika itu dapat digunakan untuk menegakkan Islam. 

Demikian juga masa kita; bagaimana sudah kita guna dan habiskan? Apakah selama ini kita menyia-yiakannya dengan melepak di depan TV atau di kedai berjam-jam lamanya? 

Insaflah dengan kisah perjuangan golongan lampau termasuk sahabat, tabien, tabik tabien dan ulama tetapi jika mahu contoh terdekat; apakah kita sudah menghampiri perjuangan sahabat kita termasuk doktor dan ustaz yang mengorbankan masa, tenaga dan harta mereka membantu orang memerlukan dan susah.

Bagi orang berilmu dan mampu, bagaimana sumbangan kita dalam bidang ini? Apa, adakah ilmu kita sudah manfaatkan untuk kepentingan agama kita atau kita gunakan untuk kepentingan peribadi semata-mata atau lebih buruk lagi kita menyimpannya saja atau berbuat maksiat dengannya? 

Dengan ilmu dan kuasa yang ada, kita memaksiat kepada-Nya dengan melakukan rasuah, menipu dan sebagainya. 

Kesimpulannya bagi 'orang berakal', pergunakan 'segala sumber kita ada' untuk mendapat keredaan-Nya. Pada diri kita sendiri, kedapatan banyak 'sumber-sumber' itu; misalnya mulut kita gunakannya untuk melakukan segala kebaikan seperti menunaikan tanggungjawab agama seperti beribadat, berdakwah dan berzikir, sebaliknya jangan menggunakannya untuk melakukan maksiat.

* Diadaptasi daripada artikel lama LanH

Monday, April 27, 2020

Secebis Kisah Ramadan 4: 'Tangan ajaib'

DENGAN nama Allah Yang Maha Pemurah Lagi Maha Penyayang; selawat dan salam ke atas junjungan besar Nabi Muhammad s.a.w. 

RENUNGAN

"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, carilah wasilah yang dapat mendekatkan kepada-Nya, dan berjuanglah di jalan-Nya." (Al-Maidah 5:35) 


SECEBIS KISAH RAMADAN 4

'Tangan ajaib'


DULU semasa menjadi editor sebuah akhbar, saya meminta seorang ustaz menulis untuk akhbar kami.  Ustaz itu berkata dia akan cuba. Tetapi selepas berjumpa semula, sang ustaz meminta maaf, bahan itu tak dapat disiapkan. Katanya dia tak ada bakat menulis.


Katanya, sekali pun 'biasa' menjadi khatib Jumaat, berceramah, bertazkirah, menyampaian pengajian di masjid dan tempat lain, dia tidak ada bakat menulis.


"Saya cuba menulis, tetapi tak jadi. Dulu apabila menulis menggunakan mesin taip, kerap kali saya renyuk dan lemparkan kertas ke dalam tong sampah. Tak jadi-jadi apa yang saya tulis. Maaf ya, saya tak dapat menulis untuk akhbar awak."


Sekarang ini ketika perintah 'berkurung' dan Ramadan, saya teringat kisah sang ustaz ini. Ramai orang memanfaatkan masa untuk melakukan pelbagai kerja tangan - daripada cuba memasak, membuat kuih, menanam sayur-sayuran dan membuat barangan DIY (do it yourself).


Sekarang orang kita menjadi kreatif, mereka ambil ilham daripada media sosial. Jadi mereka cuba tanam tauge, bawang dan pelbagai sayur-sayuran lain dalam bekas tertentu dan dalam rumah lagi. Mereka masak, cuba pelbagai menu. Ada yang jadi, ada yang hasilnya tak memuaskan dan lebih malang lagi ada 'projek'benar-benar lingkup (ada masakan rentung) dan merugikan!


Dulu saya yang senantiasa menanam sayur-sayuran di sekitar rumah, menghadiahkan benih bendi kepada rakan-rakan dan jiran-jiran di kampung. Seorang sidang kampung mengadu benih yang disemainya tak tumbuh-tumbuh sedangkan tanaman isterinya tumbuh subur dan segar.


Kami ketawa membicarakan hal itu. Kata saya, Allah mengurniakan 'tangan ajaib' kepada orang tertentu. Ada individu mempunyai 'tangan ajaib' dalam bab-bab pertanian - apa yang ditanamnya, insya-Allah menjadi. Ada yang 'tangannya keras dan panas'...apa yang ditanamnya berkemungkinan tak menjadi.


Orang yang 'tangan keras' dalam bab menanam, mungkin dia ada 'tangan ajaib' dalam memasak - apa yang dimasaknya sedap-sedap belaka...seorang anak berkata apa yang dimasak ibunya sedap-sedap belaka...campak-campak saja pun sedap 'nau'!


Ada orang mempunyai 'tangan ajaib' dalam bertukang. Apa yang dibuatnya semuanya menjadi. Ada pula yang 'tangan keras' atau 'keras tangan' - apa yang ditukangnya tak menjadi malah apabila dia naik darah, habis barangan yang dibuatnya dihentam dengan tukul sampai hancur lunyai!


Subhanallah, setiap orang Allah SWT bekalkan kemahiran dan kehebatan pada diri masing-masing. Mungkin tak ada orang yang mempunyai 'tangan ajaib' dalam semua perkara. Kalau seseorang itu mempunyai 'tangan ajaib' dalam semua bidang...susahlah orang lain kerana dia tak perlukan perkhidmatan orang lain.


Sebagai contoh, ada orang ada 'tangan ajaib' dalam bab berniaga; duitnya mungkin berkepol-kepol tetapi dia masih perlukan khidmat orang lain misalnya petani bagi menyediakan beras, nelayan bagi menyediakan ikan, pengusaha makanan bagi menyediakan minyak, tempe, mi, cili boh dan sebagainya. Malah dia perlukan 'tangan ajaib' sang isteri atau pembantu bagi menyiapkan 'makanan di meja'!


Jadi, jangan risau jika anda tidak mempunyai 'tangan ajaib' sebaliknya 'tangan keras' atau 'keras tangan' dalam memasak atau menanam sayur kerana hasilnya 'HANCUS', tetapi anda perlu sedar dan insaf dikurniakan Allah SWT 'tangan ajaib' dalam bidang lain...anda perlu akui nikmat Allah ini, jika tak tahu, cuba muhasabah diri, apatah lagi kini adalah Ramadan.


* TERUSKAN amalan Ramadan sekali pun dalam 'berkurung'






Sunday, April 26, 2020

Secebis Kisah Ramadan 3

Dengan Nama Allah Yang Maha Pemurah Lagi Maha Penyayang, selawat dan salam ke atas junjungan besar Nabi Muhammad s.a.w.

Renungan 

 Hadis riwayat Abu Hazim, daripada Abu Hurairah yang dikeluarkan oleh Muslim, bermaksud: "Tidak akan hancur dunia ini (kiamat) hingga ada seorang laki-laki yang melewati kuburan lalu ia berguling-guling di atasnya seraya berkata, 'alangkah baiknya sekiranya aku berada di tempat penghuni kubur ini.' Hal ini bukan kerana faktor agama tetapi kerana adanya musibah."


Secebis Kisah Ramadan 3
Sungguh bersederhana kita kali ini

Bagi penulis bersama isteri dan dua orang anak yang 'terkurung' di rumah, Ramadan kali ini (1441 H) dijalani begitu sederhana sekali. Isteri, seorang guru tak pergi sekolah, manakala seorang anak lelaki adalah siswa universiti yang sempat balik kampung, manakala yang perempuannya menunggu peluang ke IPT selepas SPM.


Sejak 'perintah duduk rumah' pada 18 Mac, memang kami solat berjemaah setiap waktu dengan penulis dan si anak lelaki bergilir-gilir menjadi imam. Ya, takkanlah isteri dan anak gadis nak jadi imam...


Ketika Ramadan tiba, penulis 'cuba-cubalah' jadi imam tarawih dengan membaca surah-surah pendek, tetapi 'pencen sebentar' (Ramadan masih panjang jadi masih ada peluang jadi imam semula) kerana 'sedar diri' apabila giliran si anak menjadi imam, dia membaca surah-surah yang panjang seperti al-Baqarah. Sekarang ini, dia 'borong' menjadi imam tarawih dan witir sekali, penulis hanya jadi makmum.


Ah malunya...Ramadan kali ini 'membuka topeng' diri...sebenarnya 'aku' taklah 'sealim' seperti disangka dan dilihat pada penampilan fizikal (seperti berkopiah dan berjubah)...demikian agaknya yang terpaksa diakui oleh ramai juga ketua keluarga yang pertama kali menjadi imam apatah lagi imam tarawih di rumah.


Bercakap soal makan (sahur dan berbuka), kali ini kami cukup sederhana sekali. Apa yang dapat disediakan di dapur itulah kami makan. Tidak ada lagi 'bahan import' seperti dari pasar dan bazar Ramadan. Tidak ada lagi 'makanan X-tra' yang dibawa balik dari masjid (seperti lebihan makanan berbuka atau moreh) dan daripada kenduri kendara (jemputan majlis berbuka puasa).


Air 'khas' (seperti jug atau tekoh teh atau kopi) pun tak disediakan. Siapa nak minum, boleh bukak pek minuman Milo ke, Nescafe ke, kopi ke, teh ke...taruh dalam mug sendiri kemudian suakan ke muncung bekas pemanas air automatik..kemudian kacau dan 'minum sendirilah'. Cara ini tak membazir kerana masing-masing boleh habiskan minuman kesukaan masing-masing. Kalau sediakan banyak-banyak seperti sejug kopi, bukan semua orang suka kopi...akhirnya dibuang saja.


Begitu juga yang mahu minum air sejuk. Ambil sendiri, bancuh sendiri kemudian masukkan dalam peti sejuk awal-awal atau nak pakai ais pun boleh. Betul, pada kali ini tiada 'air import' seperti air tebu dalam plastik atau jug, air katira apatah lagi 'air tujuh warna' tu!


Masakan pun tak banyak jenis. Kalau hidangan utamanya pada berbuka, cucur kodok udang berkuah, itu saja yang ada selain sedikit kurma dan buah-buahan; dan kalau rasa tak kenyang, adalah nasi dengan satu dua lauk, itu pun untuk 'disambung' pada sahur nanti...alhamdulillah, begitu 'ekonomikal' nampaknya 'orang rumah kita' kali ini...


DULU kita tak MACAM ini, selami artikel ini...

Ramadan bukan pesta makan-makan...




Menjelang Ramadan ini, pelbagai kisah pelik kita lihat dan dengar. Antaranya ribuan peniaga terutama yang menjual makanan berebutkan lot bazar atau pasar Ramadan.

Kemudian stesen televisyen sibuk dengan rancangan memasaknya, seperti Ketuk-ketuk Ramadan. Hotel pula sibuk dengan buffet Ramadannya. Masjid dan surau pula sibuk dengan jaudah berbuka puasa dan morehnya. Pendeknya semuanya berkaitan makanan sedangkan antara maksud puasa itu menahan daripada makan.

Menjelang Ramadan saya teringat artikel ini yang pernah saya tulis. Ia juga berkenaan pesta makan-makan dan membeli-belah pada ketika Ramadan.

Hal yang akan diperkatakan ialah mengenai perilaku sesetengah kita pada bulan Ramadan dan semasa Aidilfitri.

Pada saya perkara yang berlaku dalam masyarakat perlu diketengahkan, kemudian dikupas oleh alim ulama dan dikeluarkan nasihat, agar ibadat yang dijalani tidak diiringi perbuatan yang tidak sejajar dengan tuntutan agama.

Dalam masyarakat kita, belum pun umat Islam berpuasa, para peniaga sudah pun mengeluar dan mengedarkan risalah dan katalog tawaran Ramadan dan Aidilfitrinya.

Katalog tawaran raya sebuah rangkaian kedai perabot terkenal yang dihantar ke rumah-rumah, bukannya nipis - gulungan kertasnya membentuk sebuah 'baton lumba lari berganti-ganti'.

Selain katalog 'baton' ini, peti surat juga dipenuhi dengan pelbagai risalah tawaran istimewa. Daripada barangan elektrik sehingga kain ela, semuanya ada ditawarkan.

Pelbagai hadiah istimewa disediakan, siap dengan slogannya, 'siapa cepat dia dapat'.
Ramai suri rumah, malah 'bapa rumah', terpesona dengan tawaran istimewa itu. Mana tidaknya, misalnya, syarikat rangkaian perabot terkenal itu tidak memerlukan seseorang pembeli membayar cengkeram untuk barangannya.

Mula saja puasa, pusat membeli-belah pun berlumba-lumba menyiapkan dekrorasi dalamannya dengan 'setting' Hari Raya - ada yang yang menggabungkan sambutan Deepavali - maka jadilah Deeparaya. Sebuah pusat beli-belah terkenal di ibu kota menyediakan sebuah pentas khas berbentuk pelita dengan slogan 'Cahaya Lebaran'.

Laporan berita televisyen menunjukkan eksekutif kanan pusat beli-belah itu ketika diwawancara memberitahu, bagi memeriahkan sambutan menjelang Aidilfitri, mereka akan mempersembahkan pelbagai tarian kebudayaan bagi menunjukkan betapa berpadunya rakyat Malaysia dalam menyambut pelbagai perayaan rakyatnya.

Selain pesta membeli-belah sebelum raya, di Malaysia seolah-olah sudah menjadi 'trend' untuk menjadikan Ramadan sebagai pesta atau karnival makan-makan.

Menjelang saja Ramadan, wujud pelbagai tempat pelbagai aktiviti tambahan seperti 'Pasar Ramadan, Bazar Ramadan, Pasar Minggu Ramadan, Gerai Ramadan dan Karnival Ramadan', seolah-olah bulan ini adalah untuk perhabis dari segi makan dan kegiatan membeli-belah.

Pelik sungguh, Ramadan adalah bulan puasa tetapi berdasarkan keghairahan kita mewujudkan pelbagai jenis pasar Ramadan ini, soal makan menjadi keutamaan bukannya puasa itu.

Aktiviti 'makan-makan' tidak terhad tempatnya - daripada di gerai tepi jalan sampailah ke hotel lima atau enam bintang. Makanan pelik-pelik yang tiada pada bulan lain seperti tahi itik atau tepung pelita, tiba-tiba saja muncul untuk memenuhi selera 'orang berpuasa'.

Di masjid dan surau pula diadakan 'majlis makan' (moreh), biasanya selepas solat tarawih. Adalah digalakkan untuk mengadakan majlis sederhana tetapi yang menyedihkan ada pengurusan surau yang sanggup 'mengemis bantuan' kepada orang politik (wakil rakyat) bukan Islam semata-mata untuk membeli gula dan kopi.

Di mana terletak maruah orang Islam jika untuk membeli kopi dan gula pun, mereka tidak dapat berdikari tetapi terpaksa 'meminta-minta' terutama daripada orang kaya bukan Islam?

Dalam suasana Ramadan ketika ini, di tepi-tepi jalan di sesetengah tempat, dibina gerai sementara yang menjual aneka barangan. Ada pula mendirikan bangsal untuk menjual daging lembu dan ayam. Semuanya seolah-olah menunjukkan fikiran dan tumpuan orang Islam hanya pada 'makan dan perhiasan saja'.

Seorang tokoh politik pernah meminta ulama supaya menegur sesetengah umat Islam yang menjadikan Ramadan bulan pesta makanan serta membeli-belah dan tidak mempedulikan langsung untuk meningkatkan amalan masing-masing.

Misalnya ada yang 'seronok' menjual daging lembu di bangsal di tepi jalan sehingga sehingga tidak mempedulikan solat waktu. Mereka sanggup menjadi 'penunggu lembu' siang dan malam.

Kata tokoh itu, ketika ini pelbagai kegiatan kurang sihat seperti pesta buka puasa dan Karnival Ramadan berkembang pesat.

"Jika kita tersalah langkah, ibadat puasa akan jadi pesta pula nanti," katanya.

Tokoh itu bimbang ibadat puasa umat Islam akan bertukar menjadi pesta haji seperti yang berlaku pada zaman Jahiliah.

Sejarah haji yang bermula sebagai ibadah pada zaman Nabi Ibrahim a.s. dan anak baginda, Ismail a.s. akhirnya bertukar menjadi pesta selepas itu sebelum dikembalikan ke landasannya oleh Nabi Muhammad s.a.w., katanya.

Pada kemuncak maksiat pesta haji itu, pengunjung Baitullah melakukan tawaf dengan keadaan bertelanjang bulat, katanya. Tokoh politik itu bimbang, jika ulama tidak membuat teguran, dikhuatiri puasa akan bertukar menjadi pesta yang terkandung pelbagai unsur negatif seperti menggalakkan amalan membazir, bercampur-gaul lelaki perempuan ketika majlis berbuka dan dicampur-adukkan dengan pesta hiburan termasuk nyanyian.

Beliau berkata, salah satu cara untuk mengukur sama ada puasa itu membawa perubahan positif atau negatif, hitunglah perbelanjaan - kalau ia terlalu besar berbanding bulan di luar Ramadan, bermakna seseorang itu gagal dalam puasanya tetapi jika ia dapat berjimat dan melebihkan ibadat dan siraturahim, bermakna dia berada di landasan yang betul.

Apabila menyambut Aidilfitri pula, pelbagai amalan songsang seperti kegiatan bermain judi (budak-budak pula main tikam-tikam), pesta-pesta hiburan dan hidangan minuman keras menjadi 'trend' sesetengah orang yang mengaku beragama Islam.

Semua amalan-amalan negatif perlu dibendung agar hukum-hakam dan syiar Islam sentiasa terpulihara manakala orang bukan Islam tidak memandang hina kepada Islam hanya disebabkan sikap buruk sesetengah penganutnya, katanya.

Saturday, April 25, 2020

Secebis Kisah Ramadan 2

DENGAN nama Allah Yang Maha Pemurah Lagi Maha Penyayang; selawat dan salam ke atas junjungan besar Nabi Muhammad s.a.w.


Renungan

"Kalau sekiranya perempuan ahli syurga (termasuk bidadari) datang kepada penduduk bumi, nescaya akan disinarinya dunia antara langit dan bumi dan terpenuhinya dengan bau harum semerbak. Sesungguhnya tutup kepalanya lebih baik daripada dunia dan isinya." (HR. Bukhari) *


Assalamualaikum wbt sahabat/i yang dikasihi
RAMADAN KAREEM

Secebis Kisah Ramadan 2


PERINTAH Kawalan Pergerakan (PKP) mengehadkan pergerakan saya di dalam dan sekitar rumah. Namun ada kalanya saya 'berpeluang' bergerak jauh - baru-baru ini ke sebuah klinik komuniti bagi mendapatkan bekalan ubat penyakit diabetes dan darah tinggi.


Sebenarnya pada PKP ini saya mempunyai temu janji untuk diambil darah dan seminggu kemudiannya berjumpa doktor untuk pemeriksaan kesihatan...biasalah bagi pesakit kronik tak berjangkit ini ada temu janji tiga atau empat bulan sebelum diberikan ubat.


Tetapi ketika penularan COVID19 sekarang ini pertemuan dengan doktor ditangguhkan, sebaliknya pesakit diberi ubat dan mendapat temu janji baru - tiga atau empat bulan lagi dan bagi saya Ogos nanti.


Apabila keluar rumah, dapatlah saya 'meluaskan' pandangan. Antara perkara saya lihat pekerja pembersih seperti tukang sapu masih bekerja. Sayu melihat sesetengahnya pekerja tanpa penutup mulut dan hidung (mask) termasuk di klilik yang saya kunjungi.


Hampir semua orang memakai 'mask' apatah lagi di petugas di depan klinik yang siap 'berplastik' lagi, tetapi seorang tukang sapu tua 'selamba' menjalankan tugasnya tanpa 'pelindung'. Mungkin si pak cik ini tak mampu membeli 'mask' yang sekarang ini susah didapati dan mahal pula. Mungkin wang RM2 atau RM5 lebih berharga untuk dia atau keluarganya membeli keperluan asas seperti beras.


Terharu saya melihat senario itu, saya meraba poket dan menghulurkan sekeping not kepadanya. Bagi orang 'pencen' tanpa 'duit pencen' ini, sumber 'wang mahsyuk' saya cukup-cukup makan dan bayar bil saja apatah lagi pada PKP ini, tetapi saya yakin si pekerja tadi lagi susah nasibnya.


Sebenarnya, duit yang saya bagi itu adalah sebahagian 'seciput' wang yang biasa saya masukkan dalam tabung masjid pada setiap hari dan Jumaat. Sekarang tak boleh berbuat demikian selepas masjid 'ditutup', jadi saya kumpulkan dan sedekah kepada jiran atau mereka yang difikirkan kurang mampu yang sempat ditemui.


Si pakcik tadi mengucapkan ribuan terima kasih, saya lihat wajahnya terkuak sedikit keceriaan, senyuman yang dihadiahkan membuatkan saya 'begitu terpukul; saya berasa seolah-olah hari itu 'ada makna' bagi saya...


UNTUK RENUNGAN


  1. DALAM Al-Quran banyak sekali ayat yang menganjurkan Muslimin untuk senantiasa memberikan sedekah. Antara ayat yang dimaksud adalah firman Allah SWT yang ertinya: “Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisik-bisikan mereka, kecuali (bisik-bisikan) orang yang menyuruh bersedekah, atau berbuat kebaikan, atau mendamaikan di antara manusia. Dan sesiapa yang berbuat demikian dengan maksud mencari keredaan Allah, tentulah Kami akan memberi kepadanya pahala yang amat besar.” (QS An Nisaa [4]: 114)
  1. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‫والصدقة‬‫تطفىء‬‫الخطيئة‬‫كما‬‫تطفىء‬‫الماء‬‫النار‬ “Sedekah dapat menghapus dosa sebagaimana air memadamkan api.” (HR. Tirmidzi, di shahihkan Al Albani dalam Shahih At Tirmidzi, 614) 

  2. Allah Ta’ala berfirman: َّ‫ن‬ِ‫إ‬ََ‫ين‬ِ‫ق‬ِِّ‫د‬ّ‫ص‬ُ‫م‬ْ‫ال‬َِ‫ت‬‫ا‬َ‫ق‬ِِّ‫د‬ّ‫ص‬ُ‫م‬ْ‫ال‬ َ‫و‬ََ‫أ‬ َ‫و‬‫وا‬ُ‫ض‬َ‫ر‬ْ‫ق‬ََ ّ‫اَلل‬َ‫ضا‬ ْ‫ر‬َ‫ق‬َ‫نا‬َ‫س‬َ‫ح‬َُ‫ي‬َُ‫ف‬َ‫ع‬‫ا‬َ‫ض‬َْ‫م‬ُ‫ه‬َ‫ل‬ َْ‫م‬ُ‫ه‬َ‫ل‬ َ‫و‬َ‫ر‬ْ‫ج‬َ‫أ‬َ‫يم‬ ِ‫ر‬َ‫ك‬ “Sesungguhnya orang-orang yang bersedekah baik laki-laki maupun perempuan dan meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, nescaya akan dilipat-gandakan (ganjarannya) kepada mereka; dan bagi mereka pahala yang banyak.” (Qs. Al Hadid: 18)
  1. “Dan belanjakanlah (apa yang ada pada kamu) kerana (menegakkan) agama Allah, dan janganlah kamu sengaja mencampakkan diri kamu ke dalam bahaya kebinasaan (dengan bersikap bakhil); dan baikilah (dengan sebaik- baiknya segala usaha dan) perbuatan kamu; kerana sesungguhnya Allah mengasihi orang-orang yang berusaha memperbaiki amalannya.” Allah Kasih Pada Orang Bersedekah, Al-Baqarah, Ayat 195

  2. Allah akan membalas kebaikan kepada orang yang bersedekah Al-Baqarah, Ayat 215: “Mereka bertanya kepadamu (wahai Muhammad): apakah yang akan mereka belanjakan (dan kepada siapakah)? Katakanlah: “Apa jua harta benda (yang halal) yang kamu belanjakan maka berikanlah kepada: Kedua ibu bapa, dan kaum kerabat, dan anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, dan orang- orang yang terlantar dalam perjalanan. Dan (ingatlah), apa jua yang kamu buat dari jenis-jenis kebaikan, maka sesungguhnya Allah sentiasa mengetahuiNya (dan akan membalas dengan sebaik-baiknya).”
  1. “Wahai orang-orang yang beriman! Sebarkanlah sebahagian dari apa yang telah Kami berikan kepada kamu, sebelum tibanya hari (kiamat) yang tidak ada jual- beli padanya, dan tidak ada kawan teman (yang memberi manfaat), serta tidak ada pula pertolongan syafaat. Dan orang-orang kafir, mereka itulah orang-orang yang zalim.” Sedekah Jadi Peneman Di Hari Akhirat, Al-Baqarah, Ayat 254:

  2. Allah melipat gandakan ganjaran kepada orang bersedekah, Al-Baqarah, Ayat 261: “Bandingan (derma) orang-orang yang membelanjakan hartanya pada jalan Allah, ialah sama seperti sebiji benih yang tumbuh menerbitkan tujuh tangkai; tiap-tiap tangkai itu pula mengandungi seratus biji. Dan (ingatlah), Allah akan melipatgandakan pahala bagi sesiapa yang dikehendakiNya, dan Allah Maha Luas (rahmat) kurniaNya, lagi Meliputi ilmu pengetahuanNya.”

  3. Allah janjikan pahala kepada orang bersedekah, Al-Baqarah, Ayat 262: “Orang-orang yang membelanjakan hartanya pada jalan (agama) Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang mereka belanjakan itu dengan perkataan membangkit-bangkit (pemberiannya), dan tidak pula menyinggung atau menyakiti (pihak yang diberi), mereka beroleh pahala di sisi Tuhan mereka, dan tidak ada kebimbangan (dari berlakunya kejadian yang tidak baik) terhadap mereka, dan mereka pula tidak akan berdukacita.”

Friday, April 24, 2020

Secebis Kisah Ramadan 1

Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah Lagi Maha Penyayang; selawat dan salam ke atas junjungan besar Nabi Muhammad s.a.w.

Renungan

"...Sesungguhnya masjid yang didirikan atas dasar takwa (Masjid Quba'), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu solat di dalamnya. Di dalam masjid itu ada orag-orang yang ingin membersihkan diri. Dan sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bersih." (Maksud Ayat 108 Surah At-Taubah)


SECEBIS KISAH RAMADAN 1

RAMADAN KAREEM

ALHAMDULILLAH, Ramadan ini mengingatkan saya akan penegasan seorang lelaki Palestin ketika saya berkunjung ke Baitulmaqdis menjelang bulan suci itu setahun lalu. Dakwanya, dunia sudah berada di ambang 'peristiwa akhir zaman'. 

Pada era ini tidak berlaku peperangan membabitkan senjata canggih (sofistikated) seperti sekarang, tetapi manusia bertempur menggunakan senjata 'tradisional' seperti pedang dan menunggang kuda, dakwanya.

Ketika itu saya tidak dapat membayangkan apa yang dicakap oleh lelaki Palestin itu. Sukar untuk saya menerima bahawa senjata-senjata canggih seperti peluru berpandu dan bom nuklear tidak dapat digunakan oleh kuasa-kuasa besar dunia. 

Bukankah dengan mudahnya, seperti contoh pada Perang Teluk (Iraq), mereka dengan sombong meledakkan' senjata pemusnah dari jauh dengan menekan 'butang' saja. Mereka mendakwa boleh memusnahkan dunia dengan sentuhan jari!

Habis, kenapa senjata sofistikated tidak dapat digunakan pada 'akhir zaman'?  Dulu payah saya membayangkannya, tetapi sekarang 'kehadiran' wabak COVID 19, 'menyerlahkan' apa didakwa lelaki Palestin itu. Beliau tidak sabar-sabar menanti kehadiran era itu kerana Palestin dan rakyatnya sudah cukup dizalimi,

Serangan virus menyebabkan seluruh dunia lumpuh, ternyata kuasa besar dunia atau yang berlagak demikian seperti Amerika Syarikat, China, Jerman dan Itali menyaksikan mangsa termasuk korban yang tak terperi ramainya. Mana dia senjata canggih mereka...

Sempena Ramadan ini, marilah kita ingat-ingat kembali dan merenung Surah Al-Fiil (Surah 105) dan maknanya...


Surah Al-Fiil - سورة الفيل

Bismillah
Dengan nama Allah, Yang Maha Pemurah, lagi Maha Mengasihani.

A001
Tidakkah engkau mengetahui bagaimana Tuhanmu telah melakukan kepada angkatan tentera (yang dipimpin oleh pembawa) Gajah, (yang hendak meruntuhkan Kaabah)?
(Al-Fiil 105:1) | <Embed> English Translation Tambah Nota Bookmark
A002
Bukankah Tuhanmu telah menjadikan rancangan jahat mereka dalam keadaan yang rugi dan memusnahkan mereka?
(Al-Fiil 105:2) | <Embed> English Translation Tambah Nota Bookmark
A003
Dan Ia telah menghantarkan kepada mereka (rombongan) burung berpasuk-pasukan, -
(Al-Fiil 105:3) | <Embed> English Translation Tambah Nota Bookmark
A004
Yang melontar mereka dengan batu-batu dari sejenis tanah yang dibakar keras, -
(Al-Fiil 105:4) | <Embed> English Translation Tambah Nota Bookmark
A005
Lalu Ia menjadikan mereka hancur berkecai seperti daun-daun kayu yang dimakan ulat.





Tanah Suci 17: Tersesat sehingga ke Masjid Jin

WALAUPUN sudah banyak tahun mengerjakan fardu haji, kisah di Makkah ini tidak dapat saya lupakan sehingga ke hari ini.


Saya menunaikan fardu haji setahun sebelum bersara daripada jabatan kerajaan, iaitu pada April 1992.

Melalui sebuah syarikat swasta, Citra, saya dan rombongan bertolak dari Kota Bharu, Kelantan menuju ke Tanah Suci.

Kami yang bercadang mengerjakan haji tamattuk, bertolak terus ke Madinah Al-Munawarrah selepas tiba di Jeddah. Kami berada di Madinah selama lapan hari, jadi dapatlah kami solat fardu 40 waktu di Masjid Nabawi yang agung lagi mulia itu.

Kami juga berpeluang menziarahi tempat-tempat bersejarah di Madinah seperti ke Jabal Uhud dan Masjid Quba. Untuk menambah pengalaman, kadang-kala saya berjalan seorang diri apabila ada masa terluang.

Selepas lapan hari, akhirnya kami ke Makkah untuk menunaikan umrah. Mengikut kaedah menunaikan haji, apabila seseorang itu berniat dan berazam menunaikan haji tamattuk, dia hendaklah terlebih dahulu mengerjakan umrah sebelum menunaikan haji. Kaedah haji tamattuk memerlukan seseorang jemaah itu membayar dam, iaitu seekor kambing.

Setelah sekian lama berada di Tanah Suci Makkah menunggu keberangkatan ke Arafah bagi menunaikan haji, saya terasa seakan-akan sudah biasa, macam di tanah air pula.

Saya tidaklah berapa berminat berjalan ke sana ke sini mengikut anggota rombongan lain, oleh itu saya menggunakan peluang itu menumpukan perhatian kepada beramal ibadat saja.

Saya berpendapat bermadailah saya ke Tanaim dan Jarranah sebagai tempat permulaan untuk mengerjakan umrah sunat.

Rupa-rupanya niat saya untuk bersendirian dalam mengerjakan umrah semacam tidak direstui Allah SWT.

Suatu hari semasa sendirian beredar dari Masjidilharam untuk balik ke hotel, selepas solat subuh, saya tidak nampak tempat penginapan saya sekalipun sudah beberapa kali saya berlegar-legar di sekitar Hotel Al-Ansar yang saya diami.

Hendak bertanya segan, mulut seakan bisu, kaki bertambah lesu hinggalah terik matahari baru dapat saya kembali ke bilik hotel!

Ketika itu jam hampir 12.00 tengah hari. Ketika saya mahu masuk ke hotel, jemaah lain pula sibuk meninggalkan tempat penginapan, menuju ke masjid untuk menunaikan solat zuhur.

Pada pagi keesokan harinya, dalam perjalanan balik dari Masjidilharam ke hotel, nasib saya serupa juga, malah lebih teruk. Kali ini saya tersesat lebih jauh. Saya tebalkan muka, membuka mulut bertanya orang ramai.

Saya berpegang pada pepatah 'segan bertanya sesat jalan'. Pada jam 3 petang, saya sampai ke sebuah kantor pos, saya memasukinya, kononnya untuk membeli setem, tetapi sebenarnya untuk bertanya di mana hotel penginapan saya.

Nasib baik kerani pos itu tahu di mana kedudukan hotel saya itu.

Pada kali ketiga, cabaran lagi hebat. Mana tidaknya, selepas solat Isyak, saya yang cuba kembali ke hotel, tersesat lagi.

Kali ini sehingga matahari terbit pada keesokan harinya barulah saya menemui hotel penginapan.

Pada malam 'penuh bersejarah' itu, saya sempat singgah di sebuah gerai tepi jalan sebelum meneruskan perjalanan.

Ketika berjalan, saya perasan jalan itu agak sunyi dan menghala ke kubur Sayidatina Siti Khadijah (Perkuburan Ma'la).

Semasa berjalan-jalan mencari jalan pulang, saya mula perasaan orang mula tiada di jalan raya. Hati saya mula cemas.

Saya berjalan lagi dan ternampak ada seorang hamba Allah di sisi kedainya yang sudah ditutup.

Dari jauh saya ucapkan salam dan bertanya: "Mina Haram?"

Dia menunjukkan ke arah sebuah masjid. Saya pun menuju ke arah yang ditunjukkan. Akhirnya saya sampai di Masjid Jin!

Ada dua orang perempuan di situ. Seorang ibu dan anaknya meminta saya menunjukkan mereka jalan ke Kedai Makan Malaya.

Saya kata: "Saya pun sesat, Hajah."

Kami pun bersama-sama mencari jalan keluar, dan akhirnya selepas diizinkan Allah, selepas matahari terbit pada keesokan harinya barulah saya ketemui orang yang dapat membantu kami.

Selepas kejadian itu, saya mohon keampunan dan taubat, setelah itu kejadian buruk tidak lagi menimpa diri saya. - HASHIM MAT NASIB

***Kirimkan artikel anda kepada LanH di Lanh14@gmail.com