Sunday, January 31, 2016

Cerita orang kecil di Padang Merbok...

***
Dengan Nama Allah Yang Maha Pemurah Lagi Maha Penyayang, selawat dan salam ke atas junjungan besar Nabi Muhammad s.a.w.

Renungan
"Dan janganlah kamu menghampiri zina, sesungguhnya zina itu adalah satu perbuatan yang keji dan satu jalan yang jahat yang membawa kerosakan." - Maksud Ayat al-Quran Surah al-Israa': 32
***

SEMASA menjalani latihan praktikal kewartawanan di KL pada 1985 saya tinggal sementara di sebuah bangunan lama di Jalan Mahameru yang dijadikan ibu pejabat GPMS. Sewanya RM50 sebulan, sepadanlah dengan kemudahan diberikan iaitu sebuah katil dan almari dalam sebuah dormitori!

Lokasi bangunan ini berhampiran Padang Merbok. lantas ia menjadi salah satu tempat menyaksikan 'jatuh bangun' saya. Jadi pada petang Sabtu, 23 Januari lalu tidak mencari masalah untuk saya 'kembali' ke Padang Merbok bagi menyertai perhimpunan rakyat pembantah Perjanjian Perkongsian Trans-Pasifik (TPPA).

'Mengharung' tanah lembap Padang Merbok untuk mendekati pentas ucapan mendatangkan khuatir di hati saya, Sesekali kasut 'terbenam' di tanah lembek. Kalau hujanlah, jadi bendanglah Padang Merbok. Sekalipun cuaca mendung dengan awan hitam berarak di langit manakala sesekali angin bertiup kencang, syukurlah tiada hujan sehingga Timbalan Presiden PAS, Tuan Ibrahim Tuan Man sebagai pengucap terakhir mengakhiri amanah diberikan. Namun ketika Tuan Ibrahim berucap ramai sudah berbondong-bondong meninggalkan padang.

Di tengah-tengah padang 'bertanah lembek' itu, ramai duduk - ada menggalas punggung dengan helai surat khabar, plastik dan ada yang 'berkorban lebih', duduk tanpa alas. Kasihan saya perhatikan sekumpulan anak dara yang duduk-duduk itu dihurungi agas - ya agas yang tidak biasa lagi kita lihat sekarang ini. Budak sekarang agaknya tak kenal agas. Saya tahu 'binatang itu' adalah agas kerana semasa budak-budak puluhan tahun lalu, saya adalah 'tarzan bendang' - saya amat-amati agas banyak di sawah padi terutama menjelang senja dan suka pula menggerumuni kerbau dan lembu!

Subhanallah, kumpulan agas yang 'bertapa' di Padang Merbok 'keluar beramai-ramai' kerana gempar kawasan mereka 'diserang' manusia. "Ini sesuatu yang luar biasa...ini 'kerbau mengamukkah' atau apa agaknya yang berlaku?" mungkin perkara ini diperkatakan sesama agas-agas itu...ya 'kalaulah' agas-agas itu boleh berfikir dan bercakap.

Menukar atau terpaksa menukar lokasi bantahan TPPA daripada Dataran Merdeka ke Padang Merbok tentunya ada keburukan dan kebaikannya. Ia bergantung kepada pihak mana yang ditanya...pihak penguasa (kerajaan dan kerajaan tempatan), pihak penganjur, pihak keselamatan (polis), peniaga hatta kepada pengurusan masjid sekalipun. Misalnya 'tok imam' dan 'bilal' Masjid Jamek dan Masjid Negara pun agaknya kehairanan mengapa pula jemaah solat zuhur mereka hari itu terlalu ramai!

Namun apa yang hendak dicelotehkan di ruang ini adalah cerita orang kecil...yang datang dari jauh misalnya dari Kelantan dan Terengganu...apakah mereka 'berkecil hati' apabila lokasi bantahan dipindahkan daripada 'venue' bersejarah dan berdaulat (Dataran Merdeka) ke Padang Merbok yang menjadi 'tempat bertapa' agas-agas itu!

Seorang aktivis PAS berkata 'memaksa' pertukaran tapak perhimpunan bantahan daripada Dataran Merdeka adalah 'satu penghinaan' - pihak kerajaan nampaknya mahu 'menyembunyikan' luahan rakyatnya sendiri. Katanya, matlamat pihak berkuasa menukar lokasi perhimpunan berhasil; ternyata 'orang luar' tidak tahu pun ada bantahan malahan media massa arus perdana pun tidak ambil 'pot' untuk melaporkannya!

Ada pula berkata berlaku situasi 'menang-menang' kepada pihak-pihak terbabit...mereka berjaya memenuhi matlamat masing-masing, persoalannya apa yang rakyat biasa dapat apabila datang ke perhimpunan pada ketika kos kehidupan terus meningkat dari sehari ke sehari. Mungkin mereka (terutama orang luar) terpaksa 'berkorban' RM100-RM200 seorang untuk datang ke perhimpunan itu. 

Benar pengalaman dan pengetahuan mereka mungkin bertambah (termasuk mengenai TPPA dan berpeluang pula 'bermesra' dengan agas-agas) tetapi apabila pihak penganjur akur untuk menukar 'venue' daripada Dataran Merdeka yang berprestij ke Padang Merbuk tempat 'jin bertendang', dengan jelas pihak penguasa (kerajaan) sudah menang 1-0 dan apabila Parlimen bersidang mereka akan menang 2-0, 3-0, 4-0 seterusnya termeterailah TPPA sebab tidak banyak pihak tahu ramai rakyat negara ini membantah perjanjian penjajahan bentuk baru itu!

Saturday, January 30, 2016

Forget the expensive fares, enjoy the rides...

***
In the name of Allah, Most Merciful, Most Compassionate; blessings and peace be upon Prophet Muhammad s.a.w.

Reflection
"Do not spy one another,
nor let any of you backbite others..." (Hujurat 49: 12)
***

SINCE I retired from office about four years ago, I rarely went out to town whats more to our capital city Kuala Lumpur. I spent most of my time at home, at my parents' home, in my 'kebun' (garden) and several 'masjids' near my house.

A few days ago I went to Kuala Lumpur as I longed to meet my old office colleagues. Subhanallah, what a shock awaited a 'katak bawah tempurung' (frog under a coconut shell) person like me when I was in the city for example the fares of the LRT had soared more than 100 percent!

I took several train rides - previously the LRT journey that cost me RM1.20 had increased to RM3 and the RM1.70 ones had been raised to RM3.80! 

During my working years, I took the return train almost every day, my monthly allocation for the LRT rides amounted to about RM100...now with more than 100 percent raise in the fares, I dared not to think the consequences I had to face if I were still working in KL.

Well, to be mad or 'to run amok' about the expensive fares, it would be of no benefit but commuters had to think hard and fast how to solve their monies woes. A federal minister had already given his idea - why not 'the people of this country' have two jobs to beat the high cost of living!

Forget about the minister's 'brilliant idea', let's us relax our mind' by sharing some beautiful experiences I had while holidaying in Turkey recently. Summing up the nine days journey travelling by bus from Istanbul, Bursa, Pamukkale, Konya, Cappadocia, Ankara, Bolu and back to Istanbul, I must admit that it fitted the tagline of our travel agent's in Turkey - Life is a journey...enjoy it!

Alhamdulillah, I enjoyed everything that 'was thrown upon me'; perhaps the best experience for me was flying in a hot air balloon in Cappadocia. Heritage Travel noted that Cappadocia is known around the world as one of the best places to fly with hot air balloons. 

The spectacular surrealistic landscapes combined with excellent flying conditions allow the balloons to gently drift over and between fairy chimneys, pigeon houses hewn into the unique rock formations, orchards and vineyards – through impressive valleys, each with distinctive rock formations, colors and features – and then float up over rippled ravines for breathtaking views over the region.

To feel, perhaps the once in a life-time experience we try Royal with it's tagline 'Fly Royal - Feel Royal'. Yes, I felt royal...but with what cost, dear readers? The ride or flight of one hour burnt US$190 (nearly RM1,000) from each of our pockets. Yes, forget about the expensive fare...enjoy the ride, fly like a millionaire or better still pretend to be a king or queen!

During the flight I stood next to the person 'operating' (driver?) the hot air balloon, Seniz Tuzcu Timur, thus I had great opportunities to see her in action and course asked her questions. Her business card which she presented to me after the flight stated that her job was a 'pilot'...wow it was not 'an ordinary job'...she told me it needed five years for a person to learn the technical and art of flying at a special academy!

How did the balloon flew? I saw Seniz controlling the combustion of the burner which used propane gas to heat up the air in the envelope to move the balloon off the ground and into the air. She kept on firing the burner at regular intervals throughout the flight to ensure that the balloon continued to be stable.

When she was in action, she covered up her face; when she was in a relaxed situation, she briefed her 'passenger' about the journey; asked them about 'their welfare' and when the 'time was right', I asked about her work and how much was her pay.

She said she only flew only once in a day; that also depended on the weather. It was an hour flight...and her pay was 5,000 lira (around RM10,000) a month. Ooh, what a great job and a good pay!

Perhaps looking at the money...some of us would like to take the challenge to be a pilot of a hot air balloon as our second job in line with the suggestion that Malaysian took up a second job to fight the ever raising cost of living. Well, I was only joking...the truth was this job demanded 100 percent concentration!

Now we come back to our expensive public transport fares issue which many of us have no choice - but whether you are angry at it or not you have to face it. Instead of putting negative reactions such as putting on a sour face or keeping on grumbling why not change our thinking ways - accept things as they are and try to enjoy whatever that are thrown to us.

Thus try to enjoy the train rides...forget about the expensive fares. When we are on the train, sit back, relax and reflect on this soothing words of Allah SWT: "Verily, along with every hardship is relief, verily, along with hardship is relief. So when you have finished (your occupation), devote yourself for Allah’s worship. And to your Lord (Alone) turn (all your) intentions and hopes.” [Qur'an 94:5-8]

Insya-Allah (God Willing) if we bank our hope to Him and pleaded for His help, He would make things easy for us. We must also believe His words that if we help others such as giving charity He wound rewarded us bountiful in this world and in the Hereafter. Also let's perform the recommended 'dhuha' (mid morning) prayers for 'insya-Allah' our lives would be blessed for example abundance in necessities.

About high fares for public transport such as the LRT , the 'rakyat' have to be united - do not give support to parties and leaders who had made our lives miserable. Please make full use of the 'people's power' - be united and work hard from now to make changes in the next election! 

Friday, January 29, 2016

Prophet Muhammad the savior of mankind including those in US

In the name of Allah, the Beneficent, the Merciful; blessings and peace be upon Prophet Muhammad s.a.w.

Reflection

The Declining Day (Al-'Asr)
1. By the declining day,
2. Lo! Man is in a state of loss,
3. Save those who believe and do good works, and exhort 
one another to truth and exhort one another to endurance.
***

DURING this time when Muslims all over the world celebrated Prophet Muhammad's s.a.w. birthday (Maulidur Rasul), I remembered how American Republican's presidential hopeful, Donald Trump insulted Muslims by making a call to bar Muslims from entering the United States.

However Senator Lindsey Graham was quick to say that it's time for Republicans to rebuke Trump, urging his party to tell Trump to "go to hell." Graham on CNN's New Day said: “You know how you make America great again? Tell Donald Trump to go to hell."

When Trump insulted the Muslims, I was in Turkey; in this country with 70 million population of which 99 percent are Muslims, Trump's call was met by sharp criticsm, their leaders drew attention to the paradox that such an attitude demonstrates racism in a country of immigrants while also playing into the hands of radical Islamists.

Ibrahim Kalin, a spokesperson for and adviser to Turkish President Recep Tayyip Erdorgan tweeted: "Mr @realDonaldTrump claims to 'make America great again' by going racist in a country of immigrants?!"

To insult Muslims such as claiming that the religion promotes terrorism, is to insult the Prophet of Islam, Muhammad s.a.w. If we were to look at the holy book, the Qur'an in was mentioned in Surah Al-Anbiya (21) verse 107 - "Wama arsalnaka illa rahmatan lil' alameen" - with the meaning Allah The Almighty says: {And We have sent you (O Muhammad, prayers and peace of Allah be upon him) not but as a mercy for the ‘Alamin (mankind, jinns and all that exists).} [Al-Anbiya 21:107] 

An 'ustaz' (religious teacher) in his 'tazkirah' (Islamic lesson) at a 'masjid' near my house recently, said that the world not be created if not for Prophet Muhammad s.a.w. The prophet was, is and would be the mercy of all that exists as mentioned in the verse above. He would also be looked forward for his 'syafaat' (blessing) by all human beings from the time of the first man on earth, Adam a.s. to the last man.

The 'ustaz' said Islam is for all; Muslims and non-Muslims (including Mr Trump; this was not mentioned by the 'ustaz' but noted by the writer). In the Qur'an (the holy book for Muslims), there are ayahs (verses of the Holy Qur'an) which begin with ‘ya ayyuhannas’ which means ‘Oh people’ and ayahs begin with ‘ya ayyuhal lazina amanu’ yang means ‘Oh people who believe’. 

There are a little over 90 ayahs in the Qur’an that begin with ‘ya ayyuhal lazina amanu’. Allah sent the Qur’an for all of mankind, not just for the people during the time of the Prophet peace be upon him (pbuh, s.a.w.) and only for Muslims. 

The phrase ‘ya ayyuhannas which occurs 20 times in the holy Qur’an, has a general and collective meaning that envelops all human beings of any race, tribe, or colour. Example of an ayah beginning with ‘ya ayyuhannas’ is Ayah 21 of Surah Al-Baqarah (The Cow) with the meaning: “O’ mankind! Worship your Lord Who created you, and those before you, so that you may guard yourselves (against evil).”

And example of an ayah beginning with ‘ya ayyuhal lazina amanu’ is Ayah 183 of Surah Al-Baqarah with the meaning: “O ye who believe! Fasting is prescribed for you, even as it was prescribed for those before you that ye may ward off (evil).” 

God, out of His abundant Love and Mercy for mankind, has not left us in darkness to discover the right path by trial and error alone. Coupled with our intellectual capability to reason, God bestowed upon us Divine Guidance that outlines the Criterion for truth and the knowledge and reality of our existence in this world and Hereafter. 

From the beginning of mankind God sent Exemplers of Prophets to convey His revelation and to invite all mankind to the path of true peace and obedience in one true God. This is Islam. This message was conveyed to all nations and tribes in this world throughout successive generations through more than 124,000 prophets with Muhammad s.a.w. as the final Messenger – all inviting mankind to the same path. - The Light of Revelation (Islamic Outreach-ABIM) 

Thus Islam is for all, but nobody can be forced to be a Muslim. Harun Yahya in his book ‘Learning from the Qur’an', quoted many ayahs regarding this matter, an example, Qur’an, 2:256 with the meaning; “There is no compulsion where the religion is concerned. Right guidance has become clearly distinct from error. Anyone who rejects false gods and believes in Allah has grasped the Firmest Handhold, which will never give way. Allah is All-Hearing, All-Knowing.” 

Also notice that in performing the five pillars of Islam (Rukun Islam) such ‘solat’ (praying) and ‘puasa’ (fasting), it is stated that the first ‘syarat’ (requirement) for a person to perform the ‘ibadat’ (acts of devotion to Allah SWT) is that he or she must be a Muslim. 

Why must the first ‘syarat’ for a person to do the ‘ibadat’ he or she must be a Muslim. Why must it be Muslim; isn’t the religion of Islam is for Muslim? 

This religion of Islam is not only for Muslims, it is an universal religion for all. Yes Islam is for all, only Muslims were required to perform the special ‘ibadat’ such as ‘solat’ and ‘puasa’. For the non-Muslims, they were not required to perform this special ‘ibadat’.

If Islam is for all, then why must people be made to be scared of it as done by Mr Trump. Rasulullah (pbuh) as the the leader of 'ummah' changed their (the people of Makkah) corrupt and ignorant belief (idol-worshipping) and culture. They transformed from a society who worshipped gods created from stones to a society who worships only Allah; and they discarded all their culture and habits that were forbidden in Islam such as consuming alcohol, adultery, gambling, 'ribaa-based' transactions, cheating, bribery, killing female infants and so on.

Allah SWT says in the Al-Qur’an: “And verily, we have sent among every ummah (community, nation) a Messenger (proclaiming): “Worship Allah (Alone) and avoid (or keep away from) Taghut (all false deities, etc, i.e. do not worship Taghut besides Allah.”

Regarding Prophet Isa (Jesus) pbuh, the book ‘Light of Revelation’ notes: “Prophet Jesus (pbuh) was as human as any man. He ate, slept, fought the Romans, worshipped God, wept and cried to God for assistance and salvation! If we read the Bible with an open heart, we can find in not less then 60 verses, statements as clear as daylight, that God is one and that Jesus is a human being and a prophet. He was never worshipped as God by his Disciples. The mission of Prophet Jesus was the same as all the 124,000 prophets sent to mankind.

Jesus said of his and our God: “And Jesus answered him. The first of all commandments is, Hear, O Israel; The Lord our God is one Lord.” (Mark 12:29).

Sincerely ponder over the above verse and Isaiah 43:10 (below) and ask yourself whether there is any place for the belief in Trinity. God says: “Besides Me there is no other god; there never was and never will be.” That God is Allah SWT, the Most Merciful to all of us, Muslims and non-Muslims!

As for you Mr Trump, do not loose hope; you do not have to go to hell as mentioned by Senator Graham - yes, your ignorance is understandable; there is still light at the end of tunnel...but only when Allah SWT guides you by giving you 'iman' (faith) - that's the highest reward (gift) from God to his subjects. If you had 'iman' only then you would realized that your richness, assets, power mean nothing to you!

If we were to look at the lives of those people who were against Prophet Muhammad s.a.w., some were worst than you Mr Trump but after they became Muslims, they were among the best. There were many examplers among them Umar Al-Khattab, Khalid Ibnu Walid, Ikrimah Abu Jahal, Hindun binti Abu Suffian and the list goes on and on until the end of the world.

Wednesday, January 27, 2016

Signifikan tanggal 17 dan 23 Januari...

***
Dengan Nama Allah Yang Maha Pemurah Lagi Maha Penyayang, selawat dan salam ke atas junjungan besar Nabi Muhammad s.a.w.

Renungan
"Dan janganlah kamu menghampiri zina, sesungguhnya zina itu adalah satu perbuatan yang keji dan satu jalan yang jahat yang membawa kerosakan." - Maksud Ayat al-Quran Surah al-Israa': 32
***

SAYA menukil artikel ini pada hari Ahad, 17 Januari 2016. Tanggal ini 25 tahun lalu (1991) membawa pengertian besar kepada dunia dan juga saya. Pada tarikh inilah tentera bersekutu dikepali Amerika Syarikat menyerang Iraq selepas Presidennya, Saddam Hussein menggempur seterusnya menakluk Kuwait.

Perang Teluk yang dicanangkan oleh Presiden Amerika, George (Sr) Bush ini mempunyai kesan besar kepada media massa. Buat pertama kalinya orang awam boleh menyaksikan perang melalui skrin televisyen. Wartawan CNN, Peter Arnett berupaya membuat liputan perang dari Baghdad, kota yang menjadi sasaran tentera bersekutu selain Basrah.

Keghairahan membuat liputan berita perang turut menjangkiti media massa tempatan. Ketika itu penulis yang bertugas di sebuah akhbar harian turut membantu menerbitkan keluaran khas perang yang diedarkan pada sebelah petang. Akhbar itu dijual dengan harga rendah, hanya untuk menampung kos, mungkin 20 sen senaskhah (penulis tidak berapa ingat lagi).

Penulis teringat betapa petugas-petugas bersengkang mata - memulakan kerja jam 3.00 pagi dan menamatkannya kira-kira jam 7.00 pagi untuk membolehkan akhbar dicetak dan diedarkan pada sebelah tengah hari dan petang.

Selepas akhbar khas ini mendapat sambutan, lahirlah ilham untuk menerbitkan akhbar petang berbahasa Melayu pertama. Penulis yang turut termasuk dalam kumpulan perintis akhbar baru ini bekerja siang malam bagi menjayakan penerbitannya.

Dua bulan selepas bermula Perang Teluk, muncullah harian petang dalam bahasa Melayu di khalayak, dan kini selepas 25 tahun akhbar ini dikatakan sebagai akhbar paling besar jualannya di tanah air dengan edaran lebih 400,000 naskhah sehari dengan pembaca kira-kira sejuta orang.

Kini 25 tahun sudah berlalu, bagaimanakah senario terkini di Timur Tengah? Dulu sesekali ada penulis ke rantau ini tetapi sekarang ini maklumat diperolehi melalui pembacaan (dulu melalui akhbar, TV, radio dan agensi berita asing seperti Reuters, AP dan UPI tetapi sekarang meliputi internet); yang terbaharu dikhabarkan Iran telah bertindak terhadap seorang penyairnya yang dikatakan cuba menyedarkan pemimpin dan orang Syiah akan 'dosa-dosa' yang telah mereka lakukan. Perkhabaran ini tersebar di alam maya dan sudah dibaca banyak pihak tetapi menjadi tanggungjawab kita untuk memeriksa kesahihahnya.

Namun sudah menjadi pengetahuan umum sekarang ini berlaku pergeseran hebat antara Arab Saudi-Iran berikutan hukuman mati ke atas seorang ulama Syiah di Arab Saudi. Negara umat Islam termasuk Malaysia sendiri tersepit dalam pergeseran ini dengan sesetengah pihak mengesyorkan Kuala Lumpur mengambil sikap berkecuali. 

Ini kerana hakikatnya Kuala Lumpur mempunyai hubungan baik malah intim dengan Riyadh dan juga Teheran. Namun hubungan dengan Riyadh lebih intim terutamanya kerana pemerintah Arab Saudi yang menggelar dirinya 'Khadam Dua Tanah Suci' (Makkah dan Madinah) 'mempunyai kuasa' dalam hal berkaitan haji dan umrah.

Kini 17 Januari muncul lagi, apa pengajaran peristiwa di Timur Tengah? Salah satu daripadanya ternyata kuasa Barat tidak boleh dipercayai atau diharapkan oleh umat dan negara Islam. Iraq (termasuk Saddam Hussein) sudah mereka 'lingkupkan'. Dunia Arab, dari Maghribi ke Syria seterusnya ke Yaman berberontakan; malahan Mesir yang rakyatnya pernah memilih pemimpin pro-Islam (Mohamad Morsi daripada Ikhwanul Muslimin) kini dikuasai sang diktator Abdel Fattah As-Sissi. 

Kita tertanya-tanya mengapa Barat yang lantang dengan fahaman demokrasinya hanya berpeluk tubuh apabila pemimpin pilihan rakyat iaitu Morsi digulingkan; demikian juga pergerakan rakyat di sesetengah negara Arab tidak disokong, mereka sebaliknya rela bersahabat dengan raja, presiden dan diktator yang ternyata boleh dicucuk hidung bagi memberi keuntungan maksimum kepada kuasa Barat sendiri! Hakikatnya sekarang ini Amerika 'menunggang' sejumlah negara Arab yang sedia pula menjadi 'kuda tunggangan'.

Sehubungan sikap dan 'nafsu buas' Barat yang boleh dijangka ini, adalah kita sebagai Muslim dan rakyat negara umat Islam bernama Malaysia ini rela begitu saja dengan Perjanjian Perkongsian Trans-Pasifik (TPPA) tajaan Amerika? Sehubungan itu, marilah kita turun beramai-ramai ke Dataran Merdeka, KL pada Sabtu 23 Januari bagi menyatakan bantahan kita terhadap 'kaedah baharu penjajahan Barat' ini!

Tuesday, January 26, 2016

Zahirkan keindahan Islam...

****************************** DENGAN nama Allah Yang Maha Pemurah Lagi Maha Penyayang; selawat dan salam ke atas junjungan besar Nabi Muhammad s.a.w. ***************************** Renungan ****************************** "Kalau sekiranya perempuan ahli syurga (termasuk bidadari) datang kepada penduduk bumi, nescaya akan disinarinya dunia antara langit dan bumi dan terpenuhinya dengan bau harum semerbak. Sesungguhnya tutup kepalanya lebih baik daripada dunia dan isinya." (HR. Bukhari)

SEBAGAI penulis bebas, daripada sejumlah penerbitan yang saya ada hubungan, SUARA KEADILAN adalah yang terbaik dalam komunikasi sama ada dalam mengucapkan terima kasih apabila rencana sudah diterima atau mengumumkan pembayaran sudah dilunaskan.

Lihatlah contoh ini - (1) Bayaran rencana sudah masuk semalam, Linda SK. (2) As salam, hari ni dah 'bank in' RM200.  Ni Wanti guna e-mel Linda. Bermula bulan depan Linda akan uruskan bayaran untuk honorium (honorarium) menggunakan e-mel ini.  Saya dah 'tender resignation'.  Terima kasih, Wanti. (3) Waalaikumusalam, terima kasih...(respons segera selepas menerima rencana). (4) Waalaikumusalam..awal ya minggu ni..trm kasih (maklum balas selepas saya hantar rencana awal sebab mahu pergi bercuti).

Suara Keadilan adalah yang terbaik dalam melunaskan pembayaran honorarium; rencana-rencana yang disiarkan pada satu-satu bulan dibayar pada bulan berikutnya, biasanya sebelum 10 haribulan. Saya seorang yang sukar membuat pujian, tetapi usaha Suara Keadilan berhak mendapat pujian ini sejajar dengan sebuah hadis; daripada Abdullah ibn Umar, katanya, Nabi Muhammad s.a.w. bersabda bermaksud: "Berikan kepada seorang pekerja upahnya sebelum keringatnya kering." (Riwayat Ibnu Majah, hadis ini shahih)

Ya, wahai pembaca...syabas kita ucapkan kepada petugas Suara Keadilan kerana menzahirkan nilai-nilai murni dalam Islam. Nilai-nilai Islam bersifat universal, untuk diamalkan oleh Muslim dan orang yang belum lagi Muslim. Apa yang diluahkan seperti ucapan 'Assalamualaikum', 'terima kasih', bertanya khabar, meminta maaf dan memaklumkan perkembangan nampak kecil bagi kebanyakan manusia tetapi hakikatnya adalah tersangat besar dalam pembinaan tamadun manusia apatah lagi di sisi Allah SWT.

Tamadun manusia yang hebat-hebat bermula daripada perkara-perkara yang dianggap kecil ini. Sekalipun tamadun Barat yang kita saksikan di ambang keruntuhan sekarang ini, jika kita berkunjung ke negara-negaranya seperti Britain kita tak lekang bertemu dengan orang yang memberikan ucapan 'good morning', 'thank you', 'excuse me', 'please' dan sebagainya sekalipun kita tidak kenal mereka.

Demikian juga dari segi disiplin, mereka masih hebat walaupun ramai yang sudah 'tersasar' seperti mabuk dan sebagainya. Beratur lurus membeli tiket, membuat pembayaran di kaunter, menaiki pengkangkutan awam adalah senario biasa...Ketepatan masa seperti mesyuarat dan perjalanan pengangkutan awam tetap menjadi amalan. Ya Barat masih hebat...dulu seorang sarjana Islam,  ada mengungkapkan bahawa nilai Islam 'terzahir' di Barat tetapi tidak di negara umat Islam!

Sekarang ini kita masih di permulaan tahun baru, apa kata kita cuba ubah secara beransur-ansur sikap terutama kebiasaan kita. 'Kezahiran' nilai mulia tetapi mudah seperti ucapan 'terima kasih' oleh petugas Suara Keadilan perlu dicontohi semua pihak terutama organisasi dan syarikat hatta yang mendakwa Islamik sekalipun kerana mereka (maaf kata), jarang atau tidak pernah pun berbuat demikian. Panggilan telefon ke pejabat mereka begitu sukar 'masuk', jika ada yang mengangkat telefon, tiada ucapan ceria manakala layanannya 'bina tak bina saja'!

Demikian juga soal membabitkan kewangan seperti membuat pembayaran atau membayar hutang...banyak pihak culas dan lewat dalam membereskan hak-hak pihak dan orang lain. Banyak pihak melihat perkara ini remeh-temeh, kononnya matlamat mereka hebat-hebat belaka seperti mendapat kuasa, memperkasa agama, memajukan rakyat dan menggandakan keuntungan; hakikatnya kemuncak kejayaan hakiki wajiblah bermula daripada perkara paling dasar termasuklah betul dari segi akidah.

Sekarang ini kita perhatikan, ramai orang dan pihak lebih banyak beretorik daripada membuat pengamalan. Kononnya mereka akan 'berbuat begitu begini selepas mendapat kuasa', hakikatnya kebaikan boleh dilakukan oleh semua orang...takkan ucapan seperti ' Assalamualaikum', 'terima kasih' dan memberi senyuman pun tidak boleh diamalkan! 

Malahan kita dapati ucapan 'minta maaf' pun sukar diucapkan oleh 'orang besar' hatta 'golongan agamawan' sekalipun, misalnya jika mereka terlewat sampai ke sesuatu majlis termasuk tazkirah sedangkan hadirin sudah lama menunggu! Jika ada 100 orang dan masa menunggu 30 minit, masa dihabiskan adalah 3,000 minit bersamaan 50 jam!

Mereka pandai bercakap..."demi masa, sesungguhnya manusia itu dalam kerugian" tetapi apabila mereka 'menghabiskan masa orang awam' mereka tak rasa bersalah pun! Ya, sukalah diingatkan kepada diri sendiri dan semua orang, bikinlah seperti mana yang dicakap (atau cakap serupa bikin), itulah salah satu daripada nilai-nilai murni dalam agama kita yang suci!

Friday, January 22, 2016

Silaturahim dunia Islam kian parah

********************* Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah Lagi Maha Penyayang; selawat dan salam ke atas junjungan besar Nabi Muhammad s.a.w. *********************** Renungan **************************** "Patutkah aku menyembah beberapa tuhan yang lain daripada Allah? (Sudah tentu tidak patut, kerana) jika Allah Yang Maha Pemurah hendak menimpakan daku dengan sesuatu bahaya, mereka tidak dapat memberikan sebarang syafaat kepadaku dan mereka juga tidak dapat menyelamatkan daku." (Surah Yaasin, ayat 23) **************************

KETIKA ke Kelantan baru-baru ini saya solat Jumaat di Masjid An-Nur, Mukim Badak Melawi, Bachok. Selepas solat, sambil menunggu isteri dan anak-anak perempuan solat zuhur, seronok saya membaca beberapa kain pemidang tertera mutiara kata. 

Termenung sejenak saya membaca satu daripadanya: "Ada orang kata, berkawanlah (dengan) orang baik dan tinggalkan orang yang kurang baik...Tapi kata hatiku, walaupun dia kurang baik, lihat kebaikannya dan abaikan keburukannya kerana bagiku tiada manusia yang sempurna." Fikir-fikirkanlah dan kaitkannya dengan isu antarabangsa ini.

Ya, kali ini saya 'terbang' ke luar negara, mencelotehkan perihal umat dan dunia Islam yang kian parah - yang terbaru adalah 'perang' Arab Saudi-Iran berikutan tindakan Riyadh menghukum mati pemimpin Syiah di Arab Saudi, Syeikh Nimr Baqir al-Nimr. 

Krisis Saudi-Iran sudah terlalu lama tetapi pada penghujung tahun 1997, Iran yang terpilih untuk mengadakan Sidang Kemuncak Pertubuhan Persidangan Islam (OIC), kini dikenali sebagai Pertubuhan Kerjasama Islam, menghulurkan salam persaudaraan dan disambut erat oleh Saudi.

Saya sebagai wartawan yang membuat liputan dapat merasai detik bersejarah itu yang antara deklarasinya menjanjikan masa depan gemilang untuk umat Islam sejagat pada abad ke-21. Ya, sidang kemuncak itu adalah yang terakhir pada kurun ke-20, apatah lagi ia diadakan pada pasca Perang Teluk Pertama yang menyaksikan Amerika 'mengganyang' semahu-mahunya Iraq namun tidaklah sampai menggulingkan diktator Iraq, Saddam Hussein.

Kini pada abad ke-21, mungkin umat Islam sedunia mendapati bahawa janji itu retorik semata-mata, hakikatnya mereka yang tinggal dari Libya ke Syria, dari Xinjiang (China) ke Indonesia menempuh kehidupan kian parah pada ketika siraturahim sesama negara Islam merudum ke peringkat terbawah.

Ya, sekarang ini di mana OIC? Pertubuhan ini seakan-akan sudah mati, tidak relevan dengan perkembangan semasa. Pada ketika negara umat Islam bercakaran, nasib umat Islam minoriti seperti Rohingya, Uighur, Chechnya dan sudah pasti Palestin 'dikerjakan' cukup-cukup oleh pemerintah kuffar! Malah di negara umat Islam sendiri seperti Syria, mereka disembelih beramai-ramai.

Percakaran dan krisis negara dan umat Islam sudah terlalu parah sehinggakan calon Presiden Amerika daripada Parti Republikan, Donald Trump berani menjeritkan - Orang Islam diharamkan memasuki Amerika!

Selepas sidang kemuncak OIC 1997, dunia menyaksikan kemunculan tokoh-tokoh 'zalim' yang mungkin mencambahkan kelahiran militan seperti Islamic State yang hari ini dicop dunia sebagai pengganas.

Antaranya, George Bush Jr yang 'menghancur-leburkan'  dua negara majoriti umat Islam - Afghanistan dan Iraq. Kedua-duanya teruk 'dikerjakan' kuasa besar dunia, Amerika Syarikat selepas Tragedi 11 September 2001. 

Di Afghanistan kerajaan Taliban digulingkan dengan alasan bagi menangkap Osama bin Laden manakala di Iraq, Saddam Hussein ditumbangkan dengan alasan rejim itu menyimpan dan mengeluarkan senjata pemusnah secara besar-besaran. 

Bagi memulihkan Iraq dan Afghanistan, Amerika kononya menjanjikan bantuan berbilion-bilion dolar selain memaksa negara lain seperti Jepun, China dan Korea Selatan menunjukkan komitmen kewangan selain menghantar tentera dan pekerja. 

Hakikatnya, janji bantuan berbilion-bilion dolar itu hanya manisan mulut bukan saja oleh Amerika tetapi juga oleh negara-negara bakal penyumbang seperti Jepun. Rakyat Afghanistan terus dibiarkan terkontang-kanting mengharungi hidup manakala di Iraq, penduduk awam terus sengsara. Mereka tersepit dalam pertempuran tidak kunjung akhir antara tentera penceroboh Amerika dan pejuang pembebasan. Kini muncul pula Islamic State yang entah dari mana asal mereka!

Penduduk Islam Iraq pada ketika suasana genting untuk meneruskan hidup menjadi sasaran kumpulan pendakwah Kristian yang dikatakan mengambil kesempatan.  Mereka memikat penduduk terbiar tanpa pembelaan, termasuk anak-anak yatim yang bersepah di jalanan, rumah orang tua dan juga pusat rawatan. Dengan dana besar, menggununglah hasrat mereka memesongkan ummah yang lemah. 

Malah menurut sebuah laporan berita, puluhan ribu rakyat Iraq berjaya di Kristiankan melalui penyiaran sebuah stesen televisyen satelit oleh sebuah kumpulan agama di Amerika Syarikat. 

Bagi kita, perkembangan amat memedihkan berhubung nasib dan masa depan umat Islam di Iraq dan Afghanistan malah di serata dunia adalah cermin kegagalan ummah, negara dan organisasi yang memayunginya iaitu OIC. Berdoalah untuk mendapatkan pertolongan Yang Maha Kuasa.

Kini keadaan bertambah buruk kerana 'bisul' pergeseran Syiah-Sunnah sejak sekian lama sudah meletup dengan Arab Saudi dan Teheran menjuari dua blok dunia Islam - seolah-olah akan berlaku gegak gempita perang yang disaksikan penuh 'kehairanan' dan 'waspada' oleh dunia Barat. Saudi sudah mengambil inisiatif untuk mengheret tentera negara umat Islam lain menyertai paksinya sedangkan Iran dengan pengikut Syiah yang agresif termasuk yang ramai di dunia Arab sendiri seperti di Yaman, Bahrain, Iraq dan Qatar tidak akan berdiam diri.

Mungkinkah berdasarkan perkembangan buruk membabitkan negara dan umat Islam, kuasa besar Barat dan proksinya Israel sedang 'tersenyum lebar' - ya, tak payah kerja keras untuk menghancurkan umat Islam, mereka sendiri akan 'hancur-menghancurkan' satu sama lain!

Tuesday, January 19, 2016

Menang-menang dalam persaingan sihat


Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah Lagi Maha Penyayang; selawat dan salam ke atas junjungan besar Nabi Muhammad s.a.w.

Renungan

"Orang-orang yang meninggal dunia di antara kamu dengan meninggalkan isteri-isteri (hendaklah para isteri itu) menangguhkan dirinya (beredah) empat bulan 10 hari." (Maksud ayat 234 Surah Al-Baqarah)

KETIKA tambang komuter, LRT dan monorel naik mencanak, sesetengah pengusaha bas ekspres seperti perjalanan Kuala Lumpur-Melaka dan sebaliknya bersaing menawarkan tambang termurah bagi menarik penumpang.

Ketika ke Kuala Lumpur (TBS) dari Melaka Sentral baru-baru ini, saya dapati ada syarikat menawarkan tambang semurah RM10 manakala yang termahal adalah lebih RM15. Laluan perjalanan bas-bas ini adalah sama, jadi penumpang berpeluang untuk memilih perkhidmatan bas yang difikirkan sesuai dengan keperluan dan kemampuan masing-masing.

Saya berpendapat perkara ini berlaku kerana berlaku persaingan yang hebat dan mungkin sihat sesama syarikat-syarikat bas ekspres untuk mendapatkan penumpang. Sepengetahuan saya ada lebih lima syarikat bas ekspres menjalankan perkhidmatan Melaka-Kuala Lumpur dan sebaliknya.

Banyak daripada syarikat bas ini melakukan perjalanan dengan kekerapan sejam sekali, malah ada setengah jam sekali; jadi mereka perlu menyediakan 'perkhidmatan terbaik dengan harga termurah' untuk memikat penumpang. Namun ada yang menyediakan 'perkhidmatan first-class' dengan ciri-ciri seperti jumlah kerusi terhad (tempat duduk selesa dan besar) tetapi mengenakan tambang tinggi seperti yang lebih RM15 itu.

Berdasarkan pengalaman saya yang berulang alik Melaka-Kuala Lumpur ketika bekerja di ibu kota dulu, saya dapati bas ekspres hanya penuh pada masa hujung minggu, cuti umum dan cuti sekolah; selain daripada waktu itu kebanyakan bas membuat perjalanan dengan sejumlah kecil penumpang.

Jadi bagi mendapatkan penumpang, pengusaha bas bersaing hebat; dulu ada yang menawarkan tambang promosi pada harga RM9. Sekarang ini sekalipun, diuar-uarkan tambang bas akan dinaikkan, pengusaha bas perlu berfikir panjang untuk membuat demikian kerana sudah wujud persaingan sesama mereka untuk menawarkan tambang terendah.

Saya pernah bertanyakan seorang pemandu bas, mengapa tambang bas berbeza-beza antara syarikat bas. Dia menjawab syarikat bas kini bersaing untuk mendapatkan penumpang; jika penumpang tersangat kurang ia akan menjejaskan syarikat bas sekali gus periuk nasi pekerjanya seperti si pemandu sendiri.

Apabila saya bertanya sama ada syarikatnya membuat keuntungan besar; dia menggelengkan kepalanya sambil berkata: "Jika pemilik syarikat ini menumpukan sepenuh perhatian kepada operasi bas ekspres, sudah lama bisnesnya 'bungkus' tetapi syukurlah syarikat ini ada terbabit dalam bisnes lain."

Namun saya percaya syarikat bas ada membuat keuntungan (kalau tak buat apa mereka teruskan operasi) walaupun tidak besar, tetapi setidak-tidaknya ia menggalakkan perkembangan ekonomi sekali gus membantu pembangunan dan kemajuan negara.

Ertinya syarikat bas mendapat keuntungan dan jika berlaku persaingan hebat (seperti laluan Melaka-Kuala Lumpur) mereka akan menawarkan perkhidmatan terbaik dan termurah untuk menarik penumpang. Apabila situasi ini belaku kedua-dua pihak; pengusaha bas dan penumpang akan mendapat manfaat. Ertinya situasi menang-menang akan berlaku dan ini amat menguntungkan negara.

Berlainan dengan pengendalian bas ekspres yang mewujudkan persaingan sihat; perkhidmatan bas domestik di Melaka adalah berbentuk monopoli; pemiliknya adalah kerajaan negeri yang menggunakan bas Panorama untuk semua laluan di negeri ini.

Dulunya ada sejumlah syarikat seperti Town Bus, MOS, Tuah Bas Thye Lye dan Batang Bus yang menjalankan perkhidmatan di laluan domestik tetapi semuanya sudah dibeli kerajaan negeri.

Sekarang ini ramai pengguna merungut tentang pelbagai kelemahan perkhidmatan bas Panorama. Antaranya kekerapan bas terlalu lama, penumpang terpaksa menunggu berjam-jam di tepi jalan.

Seorang penumpang dari pinggir bandar mengadu, dia keluar dari rumahnya jam 9.00 pagi dan dapat menaiki bas jam 11.00 pagi untuk ke Melaka Sentral, kemudian dia ke Hospital Besar dan apabila balik sampai ke rumah jam 4.00 petang. Alangkah banyaknya masa dihabiskan untuk menaiki bas!

Beberapa hari lalu ketika 'meronda-ronda' di Melaka Sentral, saya 'tersempak' bas dua tingkat Panorama tersadai di petak bas stesen itu. Ketika 'meneliti' bas usang dengan 'tayar mereng' yang kini ditutup dengan kain kanvas itu, sedarlah saya itu adalah 'Bas London' yang menjadi 'ikon pelancongan' Melaka beberapa tahun lalu!

'Bas usang London' yang dibeli dengan harga beratus-ratus ribu ringgit itu tetapi kini tersadai (kalau manusia sudah nazak) di Melaka Sentral membayangkan 'betapa sakitnya hati' penumpang yang terpaksa menunggu bas yang bagaikan tak kunjung tiba dalam panas dan hujan di tepi jalan!

Saturday, January 16, 2016

'Not just any Tijah, Bedah...'

In the name of Allah, the Beneficent, the Merciful; blessings and peace be upon Prophet Muhammad s.a.w.

Reflection

The Declining Day (Al-'Asr)
1. By the declining day,
2. Lo! Man is in a state of loss,
3. Save those who believe and do good works, and exhort 
one another to truth and exhort one another to endurance.
***

DURING my visit to Turkey recently, one story that touched my heart was regarding the long and tedious preparation of a 'traditional' Turkish girl before she get married - she had to learn and mastered the art of making carpets or kilims. 

During the process she readied her own 'special' (dowry) carpet which perhaps she took years to complete it. In Turkey, dowry' carpets that brides-to-be have woven for their betrothed, is a woven symbol of the bride and groom's lifelong connection.

The most valuable carpets in the Turk homes were always dowry pieces and considered to be more favorable than gold as a secured asset. This treasured possession is kept in a safe place, and used only on special family occasions. 

Yes, carpet weaving is one of the most ancient crafts in Turkey, and for centuries, women have played a pivotal role in their creation.

Historically, the Turks were among the earliest carpet weavers. According to a guide book, the earliest known carpet utilizing the double knotted Gordes style dates between the 4th and 1st centuries BC. It is believed that the Seljuks introduced carpet weaving techniques into Anatolia in the 12th century.

Marco Polo notes in his travel diaries that Konya, the Seljuk capital, was the center of carpet production in the 13th century. Carpets and kilims, rugs without a knotted pile, have been used by nomadic tribes as floor coverings in their tents. They provided comfort, warmth as well as decor.

Village women have woven carpets for family use. A daughter had a greater chance of marrying if she was a skilled weaver and would offer carpets as part of her dowry to her future husband. She would take great care in the dyeing and hand-spinning of wool and in the selection of  designs and motifs, some of which were related to her daily life and tribal culture.

Since the 19th century, there has been a tremendous demand for Turkish carpets and kilims. This development was responsible for the proliferation of carpet companies. Today, about 95% of women employed in this industry work for these firms. Some work in their homes while others labor in company workshops.

A few days after coming back to Malaysia from Turkey, I related this 'Turkish story and experience' to my mother who seemed so anxious and excited. The Turkish story ignited her to tell her own version of story - well it was my turn to listen to her 'granny stories' about brides-to-be. 

She said during her younger days, Malays girls too 'had to prove their worth' before they could get married. For example girls were required to be skillful in making 'baju kurung' and 'baju Melayu' with various types of 'sembat' (knotting) and 'jahitan halus' (fine sewing) like 'jahitan tulang belut' for 'leher' (neck) of 'baju Melayu Johor' which has no collar.

They too had to be skillful in some other cottage craft; at times for their own household uses such as weaving mats from 'daun mengkuang' (screw pine leaves). At times these mats (new ones) were spread open for guests to sit on and when the mats had become old, they were used to be spread on the floor at night to sleep on as just like mattress. 

My mother said, of course girls too had to 'pandai masak' (good at cooking) - even there was a 'teasing phrase' - 'tanak nasi pun tak pandai, sudah mahu kahwin?' (you could not even cook rice yet you want to get married?). At that time there was no such thing as a rice cooker (you just put rice and water in it and click on the switch) but rice had to be cooked in a 'periuk' (pot) on the 'dapur kayu' (wood stove). When cooking rice using 'dapur kayu' you had to be good in your timing and use 'your common sense', for example when to close the pot, put off the fire but leave the 'bara' (ember) alone.

Other than 'skills of their hands', what were other qualities required from girls or would-be brides during those good days, asked my mother. Would-be parents in law would also wanted to know the religious knowledge of the girl especially regarding her Qur'an reading...have she had 'khatam' (complete) reading the whole Qur'an. 

Thus, during those days, during her 'hari berlangsung" (wedding day), her parents too would arrange for her 'majlis khatam al-Quran' as well where the girl would recite some short verses of the Qur'an in front of special guests such as the 'imam' (prayers leader) of the kampung.

Subhanallah, girls during 'the good old days' had to ready themselves with knowledge and skills before people came to their houses for 'majlis merisik' (pre-engagement ceremony) because would-be parents in law would not take any Tijah or Bedah as their daughter in law!

But what have we now...almost all these good values we treasured in the past had been trodden by the new generation. "How come you could pick up a girl you had encounter at the roadside or at the bus station as your would-be wife without checking on their background?" asked my mother; even though her words were not fired at me but it too made my face red...well I have children to be married off in the future.

"How come you could pick up a girl who was shy to spend time in the kitchen? Please make sure the girl knows how to cook perhaps a simple meal as we do not want her husband (future) had to 'makan di kedai' (eat at the stalls and restaurants) almost all the time. Nowadays many wives are good at 'pointing fingers' (buying) dishes and brought them back; they seemed no time to cook food for their families," lectured my mother.

To readers who are in stage to seeking life partners; please choose your would be wife or husband carefully; regarding the ideal Muslim wife, the Prophet s.a.w. in his 'hadith' said; "A woman may be married for four things; for her wealth, for her noble descent, for her beauty or for her religion. Choose the one who is religious, may your hands be rubbed with dust! (Imam Al-Bukhari and Muslim)

Yes, to young men out there please go for a religious wife, but this does not mean that you should ignore preferences regarding physical beauty or as in our above discussion, girls with skillful hands such as in weaving carpets (Turkish girl) and sewing fine 'baju kurung' or 'baju Melayu' as in the case of 'gadis Melayu' (Malay girl)!

Thursday, January 14, 2016

Bebas tol: Bapa boleh buat, harap-harap anak lagi boleh!

****************************** DENGAN nama Allah Yang Maha Pemurah Lagi Maha Penyayang; selawat dan salam ke atas junjungan besar Nabi Muhammad s.a.w. ***************************** Renungan ****************************** "Kalau sekiranya perempuan ahli syurga (termasuk bidadari) datang kepada penduduk bumi, nescaya akan disinarinya dunia antara langit dan bumi dan terpenuhinya dengan bau harum semerbak. Sesungguhnya tutup kepalanya lebih baik daripada dunia dan isinya." (HR. Bukhari)

HUJUNG minggu lalu saya menghadiri satu majlis perkahwinan di Kelana Jaya. Saya dapati selain Lebuhraya Utara-Selatan, jalan raya di Kuala Lumpur dan kawasan sekitarnya banyak dipasang pondok tol. Sekejap-sekejap bayar tol. "Berapa banyak mahu bayar tol dah..." bisik hati saya.

Apabila kerap membayar tol teringat saya coretan seorang pembaca kolum ini. Beliau mengulas artikel saya yang lalu. Antara lain beliau menulis: "Membaca makalah LanH (Harakah 18-20 Disember 2015, 5-8 Rabiulawal 1437) dalam kolum ini bertajuk 'Turki boleh, Malaysia lagi boleh' membuatkan saya senyum simpul."

Dalam tulisan saya 'Turki boleh, Malaysia lagi boleh' saya catatkan bahawa di Turki lebuh rayanya hampir semua bebas tol. Jika pemerintah Turki boleh mengadakan lebuh raya bebas tol, Malaysia lagi boleh...bukankah Malaysia sebuah negara kaya raya, bahkan akan jadi negara maju pada 2020!

Dalam coretannya, pembaca veteran itu menulis: "Sebelum Merdeka (1957), untuk menyeberang Sungai Batu Pahat dan Muar, kita kena naik feri. Setelah merdeka, kerajaan buat jambatan, kita kena tol 50 sen.

"Setelah hutang buat jambatan daripada Bank Dunia selesai, tol dimansuhkan. Demikianlah sangat elok sikap dan tindakan pemimpin dulu. Jika pemimpin dulu (bapa PM sekarang) boleh mansuhkan tol, pemimpin sekarang (si anak) lebih-lebih lagilah boleh. Kita harap si anak ikutlah jejak mulia si bapa.

"Namun tol sekarang bukan dimansuh atau diturunkan. Makin lama makin naik. Bertuah kalau dihapuskan. Sepanjang lebuh raya dipasang 'lukah' di tempat genting.

"KL lagi teruk. Bukan pasang 'lukah' tetapi 'bubu' atau 'belat'. Dari Bukit Jalil saya ke rumah anak untuk tengok cucu, entah berapa banyak tol. Kalau satu tol RM1.90, 10 tol sudah berapa? Itu pergi saja...takkan tak balik. Kasihan orang KL, hidup mereka macam mana?

"Turki boleh demi denyut nadi rakyat. Malaysia macam tak boleh sebab tol sumber rezeki 'si Algojo' agaknya."

Mengenai kehidupannya sekarang, pembaca veteran itu menulis: "Saya tinggal di rumah berdua dengan isteri, maklumlah anak-anak semua sudah berkahwin dan membina kehidupan mereka sendiri. 

"Sebelum ini, bayaran bil air saya belasan ringgit saja tiap-tiap bulan. Pada Oktober 2015, meter air rumah saya ditukar. Pada November 2015 saya kena bayar bil RM117.89, pada Disember 2015 bilnya RM87.98. Adakah dosa saya?

"Cukai tanah naik daripada RM45 kepada RM90 - sekali ganda. Cukai pintu setengah tahun naik daripada RM68.40 kepada RM157 - lebih sekali ganda. Duduk rumah sendiri pun macam tinggal di rumah sewa - kena keluar banyak duit!"

Demikianlah wahai pembaca, kehidupan sekarang ini sangat mencabar. Beberapa hari sebelum sesi sekolah bermula pada 4 Januari, saya ke Kuala Lumpur dan sempat berjalan-jalan menyusuri kaki lima Jalan Raja Laut dan Jalan Tuanku Abdul Rahman. Saya dapati suasananya lengang, orang tidak berduyun-duyun membeli belah seperti tahun-tahun sebelum ini.

Di kedai yang ada kain pemidang ditulis perkataan besar 'Back To School' (Kembali Ke Sekolah), hampir tiada pengunjung. Di sebuah kedai saya lihat hanya satu keluarga saja sedang memilih-milih baju sekolah. Suasana lengang juga dilihat di pasar raya - beg-beg sekolah yang bergantungan tidak 'dihiraukan' orang ramai.

Sekarang ini saya dapat melihat pertambahan jumlah pemungut barangan terpakai seperti kotak, besi buruk dan bekas tin aluminium minuman. Malah ada yang beroperasi dengan menggunakan 'tricycle' (basikal yang diubah suai). Ada yang sanggup 'membongkar' tong sampah untuk mencari bahan terpakai. Mungkinkah ini 'kerja ke-2' mereka seperti disyorkan seorang timbalan menteri?

Ramai rakyat sudah terdesak, tetapi syukurlah mereka 'masih boleh bertahan'. Bersabar dan bersabarlah, di samping bersolat, berdoa, berusaha keraslah termasuk menggantikan pemimpin zalim, insya-Allah selepas kesusahan, akan datang kesenangan!