Saturday, March 24, 2018

Titipan Seorang Pesara (24): Riau daulatkan bahasa Melayu...

Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah Lagi Maha Penyayang; selawat dan salam ke atas junjungan besar Nabi Muhammad s.a.w.

Renungan
"Apabila seorang manusia meninggal dunia, terputuslah semua amalnya kecuali tiga perkara iaitu sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat dan anak soleh yang mendoakannya." (Hadis laporan Muslim)

Pulau Pandan jauh ke tengah,
Gunung Daik bercabang tiga,
Hancur badan dikandung tanah,
Budi yang baik dikenang juga.

KETIKA menginjak usia tak berapa muda sekarang ini (tualah tu) entah kenapa kerap saya bernostalgia akan kisah-kisah lama - antara lain teringat saya akan pantun lama ini yang kerap meniti di bibir budak-budak sekolah dulu tatkala belajar bahasa Melayu.

Budak-budak sekarang usah haraplah - mereka sibuk dengan gajet lantas tak ada masa dengan 'benda-benda lama' seperti pantun ini.  Ya, kata orang, zaman sudah berubah; ikutilah perubahan kalau tak awak akan ketinggalan.

Namun bagi saya, makin kuat cuba dilupakan semakin kuat pula gamitannya yang akhirnya membuatkan saya mengembara ke bumi Riau - tanah air orang Melayu yang di sinilah terletak Pulau Pandan dan Gunung Daik yang menjadi 'pembayang' pantun Melayu termasyhur itu. Gunung Daik terletak di Pulau Lingga manakala Pulau Pandan yang kecil itu di sekitarnya dalam Kepulauan Riau, wilayah yang dulunya menggabungkan Riau, Lingga dan Johor.

Namun pada kunjungan kali ini, tiada kesempatan dan 'rezeki' untuk saya ke Pulau Lingga bagi menyaksikan dengan mata sendiri akan 'keunikan' Gunung Daik bercabang tiga itu dan keindahan Pulau Pandan tetapi tertarik saya dengan kesungguhan orang Melayu Riau mendaulatkan bahasa Melayu lebih-lebih lagi tidak lama dulu Riau menganjurkan Festival Budaya Melayu Sedunia.

Kesungguhan pihak berkuasa dalam mendaulatkan bahasa dan budaya Melayu dapat saya rasakan ketika menatap berita dalam akhbar Tribun Pekanbaru bertarikh 8 Maret (Mac) 2018 yang antara melaporkan:

PEKANBARU - Dalam waktu terdekat seluruh kantor dan fasilitas publik di Riau harus menggunakan bahasa Melayu, sebagai realisasi Peraturan Daerah (Perda) muatan lokal Budaya Melayu Riau. Termasuk di Bandara (Bandar Udara atau Lapangan Terbang) Sultan Syarif Kasim Pekanbaru dan fasilitas publik lainnya.

Hal tersebut disampaikan PH Gabenur Riau, Wan Thamrin Hasyim setelah menerima audiens dari Lembaga Adat Melayu (LAM) Riau membahas penerapan muatan lokal Budaya Melayu Riau tersebut.

Dengan penerapan Perda ini, menurut Wan Thamrin akan semakin menguatkan Budaya Melayu di Riau. Terutama untuk anak cucu kita. Kita ke depannya agar melestarikan Budaya Melayu ini, dan tetap terjaga adat yang miliki ini, ujarnya.

Tidak itu saja, upaya ini juga dilakukan untuk mendukung visi dan misi 2020 Riau sebagai pusat Budaya Melayu di Asia Tenggara. Di mana terentang waktu dua tahun saja untuk mewujudkan visi tersebut.

Ya, pada ketika orang Melayu Riau berusaha keras menjadikan Riau pusat budaya dan bahasa Melayu,  orang Melayu Malaysia sedang buat apa?

Di Malaysia, bukankah bahasa Melayu sedang melalui cabaran paling hebat di bumi yang dulunya bergelar Tanah Melayu kerana statusnya sebagai bahasa ilmu mulai dihakis oleh pemerintah Malaysia yang tidak yakin penggunaannya dalam bidang penting – Sains dan Matematik?

Jika orang Melayu Malaysia enggan mendaulatkan bahasa dan budaya Melayu, serahkan saja kepada orang Melayu lain seperti orang Melayu Riau! Besar tapak tangan, nyiru kami tadahkan!

No comments: